KOMISI V SEPAKAT LAKUKAN PENDALAMAN PERLU TIDAKNYA UBAH UU PELAYARAN

10-03-2011 / KOMISI V

Komisi V DPR RI meminta Pemerintah untuk mengubah Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-undang terkait ketentuan pengoperasian kapal untuk kepentingan kegiatan usaha minyak dan gas bumi lepas pantai (offshore) yang bersifat khusus.

Komisi V DPR juga sepakat untuk melakukan pendalaman lebih lanjut perlu tidaknya mengubah Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

Demikian kesimpulan rapat yang disampaikan Ketua Komisi V DPR Yasti Soepredjo Mokoagow saat rapat kerja dengan Menteri Perhubungan, Perwakilan Menteri Hukum dan HAM, Perwakilan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis (10/3) di gedung DPR.

Kesimpulan ini diambil karena adanya perbedaan pendapat dari fraksi-fraksi perlu tidaknya mengubah Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Sebelumnya, pada tanggal 16 Desember tahun lalu Pemerintah mengajukan usulan Perubahan UU tentang pelayaran.  

Usulan Perubahan Undang-undang tersebut juga telah masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2011.

Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Gerindra dalam Pandangan Fraksinya mengatakan usulan Perubahan terhadap Undang-undang Pelayaran dinilai tidak tepat.

Juru bicara F-PG Josef A. Nae Soi mengatakan, penerapan asas cabotage sebagai salah satu azas dari UU 17/2008 bersifat final dan tidak perlu dibahas lagi.

Menurut fraksinya, fokus penerapan azas cabotage tertuju pada angkutan barang dan penumpang antar pelabuhan dalam wilayah perairan suatu negara. Sehingga untuk kapal-kapal khusus yang tidak termasuk angkutan barang/orang dari pelabuhan ke pelabuhan, penunjang operasi dan produksi migas dan belum dapat disediakan oleh Pelayaran Nasional merupakan kekhususan dan dapat dieksplorasi lebih jauh dalam pembahasan peraturan perundang-undangan (bisa berupa undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kepemen).

Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan Lasarus mengatakan, sewa menyewa kapal untuk jenis khusus ini sebaiknya diatur dengan aturan sendiri (PP). Usulam perubahan yang diajukan Pemerintah menurut fraksinya tidak tepat dan Pemerintah diminta melakukan penyesuaian.

Sementara juru bicara Fraksi PKS Abdul Hakim mengatakan, usulan untuk mengubah UU tentang Pelayaran dinilai tidak relevan. Menurutnya, hal ini menyangkut masalah kedaulatan negara  dan kedaulatan merah putih, tidak semata-mata hanya terkait dengan masalah perekonomian. Dengan mengubah isi Pasal 341 tentang asas cabotage berarti keberpihakan kepada pengusaha asing.

Menurutnya, UU tentang Pelayaran ini juga belum dijalankan secara optimal, dalam hal ini perlu melakukan perubahan atas peraturan pelaksanaannya saja.

Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra Fary Djemi Francis mengatakan, asas cabotage merupakan program nasional dan penerapan program ini merupakan pertaruhan harga diri. Jika pasal tentang azas cabotage ini diganti ini berarti Pemerintah gagal melaksanakan asas cabotage.

Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicara Nova Iriansyah mengatakan, fraksinya memandang perlu untuk mendalami dengan sebaik-baiknya maksud, tujuan dan muara akhir dari rencana Perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup untuk maksud tersebut serta sama sekali tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa.

Fraksi PAN dan Fraksi PPP berpendapat tidak menutup kemungkinan untuk mengubah UU tersebut, bahkan juru bicara F-PPP Epyardi Asda  mengatakan jika perlu tidak hanya pasal 341 saja yang diubah, tapi pasal-pasal lain yang memang perlu ada perubahan.

Juru Bicara F-PKB Mohammad Toha mengatakan, Pemerintah perlu mencoba upaya lain sebelum merevisi UU tentang Pelayaran. Saleh Husin, jubir Fraksi Partai Hanura berpendapat revisi UU ini tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa. Namun jika diperlukan, fraksinya setuju untuk membahas Undang-undang ini ke tingkat selanjutnya.

Sementara Wakil dari DPD, Abraham dengan tegas mengatakan, DPD menolak RUU Perubahan ini untuk dilanjutkan ke tahapan dan proses legislasi selanjutnya. Dengan demikian, DPD RI menyatakan UU 17/2008 akan tetap berlaku efektif pada waktunya.

Alasan keberatan tersebut salah satunya adalah dalam pandangan DPD alasan yang disampaikan pemerintah bahwa asas cabotage telah menghambat produksi minyak nasional tidak tepat.

Menurut DPD, menurunnya produksi migas nasional disebabkan oleh faktor lain yaitu ‘unplanning shutdown’ atau pemberhentian produksi ladang-ladang minyak yang tak terencana yang diakibatkan oleh berbagai sebab dan iklim investasi di sektor migas yang belum sepenuhnya kondusif.

Dalam hal ini, DPD RI berpendapat bahwa evaluasi yang dilakukan Pemerintah yang menyimpulkan bahwa perusahaan angkutan laut nasional belum dapat menyediakan kapal jenis tertentu yang digunakan untuk menunjang operasi migas yang berbendera Indonesia tidak didasarkan pada kajian yang lebih kuantitatif.

Hal ini, katanya, dapat menimbulkan kesan bahwa selama ini Pemerintah tidak serius untuk mencari solusi dan pilihan yang lebih tepat agar ketersediaan kapal tertentu penunjang migas dapat tersedia memadai tanpa melakukan perubahan undang-undang. (tt)/foto:iw/parle. 

 

           

 

BERITA TERKAIT
Kunjungan Komisi V ke Bandara Halim, Fokus pada Peningkatan Sarana dan Prasarana
03-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi V DPR RI melakukan kunjungan lapangan ke Bandara Halim Perdanakusuma untuk meninjau sarana dan prasarana serta...
Komisi V Tinjau Pelayanan dan Sarana di Pelabuhan Tanjung Priok
03-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi V DPR RI meninjau sarana prasarana serta pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dalam rangka menjalankan...
Waktu Tempuh KRL Kian Singkat, Komisi V Tekankan Aspek Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang
02-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Waktu tempuh KRL commuter line bakal terpangkas 5-9 menit seiring diterapkannya Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) baru...
Libur Panjang, Pemerintah Harus Tindak Tegas Pengemudi Truk Lakukan Praktik ODOL
28-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menyoroti praktik pengemudi truk logistik yang kelebihan dimensi dan muatan atau...