Impor Gula Konsumsi Harus Dibatasi
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima. Foto : Chasbi/mr
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengakui, produksi gula nasional untuk konsumsi hanya sebesar 2,6 juta ton dalam keadaan normal. Bahkan jika musim hujan dan banjir, hanya bisa menghasilkan 2,3 juta ton, bahkan kurang dari itu. Akibatnya, setiap tahunnya muncul defisit gula konsumsi mencapai ratusan ribu ton. Kekurangan kebutuhan gula konsumsi nasional dipenuhi dari impor. Namun Aria memastikan, pihaknya akan membatasi impor gula konsumsi guna menjaga produksi gula nasional.
Menurutnya, selisih impor gula untuk menutup defisit ini sebaiknya lebih dimanfaatkan ke kepentingan pabrik gula konsumsi dan memperhatikan produsen-produsen gula nasional. “Saya akan menjaga betul defisit dari perihal tersebut, termasuk jangan sampai adanya rembesan dari gula industri ke gula konsumsi, jika tidak dijaga dan tidak ada roadmap gula pasti ambyar,” tegas Aria saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke PT. Perkebunan Nusantara IX, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/11/2019).
Politisi PDI-Perjuangan itu menambahkan, jika tidak ada peta jalan atau roadmap dalam tata niaga gula nasional, termasuk tidak membedakan mana gula industri dan gula konsumsi, maka Indonesia tidak dapat meningkatkan produksi gula. Untuk itu, Komisi VI DPR RI meminta Kementerian BUMN untuk membuat roadmap timeline selama 5 tahun, guna meningkatkan produksi pada 46 pabrik gula sesuai dengan target termasuk on farm-nya.
“On farm tahun ini jangan sampai merevitalisasi pabrik yang meningkatkan kapasitas produksi saja, tetapi tidak tersedia on farm-nya. On farm akan (melibatkan) banyak bekerja sama antara pabrik gula dan Pemerintah Daerah setempat, termasuk sangat dimungkinkan diberikannya saham di BUMN gula. Ini saya kira hal yang solutif supaya Pemerintah Daerah menjaga lahan-lahan untuk tidak mengkonversi lahan tebu menjadi lahan yang lainnya, dan (petani) yang belum pun dapat tertarik untuk ditanami tebu,” tutur Aria.
Terkait revitalisasi, Aria menekankan hal ini tidak bisa lepas dari target pondasi lima tahun untuk menuju swasembada pangan dalam konsep mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan produksi pangan sendiri, termasuk gula. Pilot project revitalisasi pabrik gula dilakukan di Pabrik Gula (PG) Mojo dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 225 miliar, tanpa harus mengganti 100 persen mesinnya. Ada 46 pabrik gula di Indonesia yang dikelola PT. Perkebunan Nusantara dengan produksi gula nasional hampir 1,4 juta ton dari kebutuhan 3 juta ton dengan produksi pabrik gula swasta per satu juta.
“Untuk 5 tahun ke depan swasembada gula konsumsi ini, BUMN dengan 46 pabrik gula tersebut bisa kita revitalisasi secara bertahap, supaya target capaiannya bisa maksimal. Kalau petani run demand karena inefisiensinya di pabrik tetap 6 terus. Tapi begitu pabriknya kita revitalisasi, run demand-nya sudah bisa masuk ke 7, kemudian 8, seperti pabrik gula swasta. Nah target kami lewat PMN, ada yang leverage asset di PTPN III holding, untuk kita carikan pinjaman guna merevitalisasi dan saya jamin tidak akan rugi. Toh 260 juta orang ‘makan’ gula,” tandas legislator dapil Jateng V ini. (cas/sf)