Produksi Pupuk BUMN Perlu Kebijakan Afirmatif
Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga. Foto: Azka/rni
Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga mendorong Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan kebijakan afirmatif untuk harga gas dalam industri pupuk BUMN, sebab gas merupakan raw material yang digunakan industri pupuk dalam proses produksinya. Penggunaan gas sebagai raw material dalam industri pupuk seperti misal pada PT. Petrokimia Gresik dikatakannya hingga 70 persen.
Hal ini ia ungkapkan ketika mengikuti rapat kerja perdana antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN Erick Thohir beserta jajaran di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019). Lamhot menyatakan apabila diberikan kebijakan afirmatif, maka menurutnya tidak akan terjadi kelangkaan pupuk seperti yang saat ini terjadi di Indonesia.
“Kalau 70 persen raw material gas dari industri pupuk diberikan harga-harga komersial, menurut saya Kementerian BUMN harus memikirkan affirmative price untuk gas mereka. Kalau tidak salah, mereka membeli gas itu di angka 7 dollar AS lebih. Kalau Kementerian BUMN atau Pemerintah mempunyai affirmative price terhadap industri pupuk kita, saya yakin tidak akan ada terjadi kelangkaan pupuk,” jelasnya.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan apabila masalah seperti ini terus terjadi, maka akan menimbulkan efek domino di lapangan. Di satu sisi produk pupuk BUMN harus subsidi. Kemudian perusahaan BUMN mempunyai beban untuk menanggung pemenuhan kebutuhan pupuk negara, apabila produksi tak mencukupi maka petani tidak dapat menikmati.
“Sehingga mereka hanya surplus pada ketika tidak musim tanam. Begitu musim tanam mereka kelabakan, begitu mereka kelabakan, ya petani kita menjerit, petani kita menjerit dan kemudian pada akhirnya kita tidak akan pernah mencapai swasembada pangan. Jadi di hulu enggak beres, akhirnya di hilir berantakan semua,” imbuh politisi dapil Sumatera Utara II tersebut. (er/sf)