Tutup Gelaran BDF, Meutya Hafid Dukung Indonesia Jadi Influencer Demokrasi
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid. Foto : Azka/mr
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar harus mampu menjadi influencer bagi negara-negara lain, untuk bisa terus melakukan ketahanan demokrasinya. Dalam gelaran Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 yang ditutup pada akhir pekan lalu, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid berkesempatan menyampaikan pidato penutupannya yang mendorong peran bangsa dan negara Indonesia dalam kancah internasional.
“Kita tidak menjadi follower, tetapi kita menjadi negara terdepan dalam merangkul dan mengajak negara-negara lain untuk melakukan ketahanan demokrasi karena, demokrasi itu banyak tantangannya. Ada banyak negara-negara yang mengalami set back atau kemunduran dalam demokrasi, kita sebagai negara yang menjunjung demokrasi harus menjadi yang terdepan,” ungkap politisi Partai Golkar ini kepada Parlementaria, baru baru ini.
Mengusng tema ‘Demokrasi dan Inklusivitas’, Meutya mendorong terciptanya demokrasi yang inklusif khususnya bagi perempuan dan anak muda. Menurutnya, perempuan baru bisa mendapatkan haknya untuk mendapat kesetaraan apabila negara memiliki pandangan bahwa demokrasi itu perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk perempuan.
“Perempuan harus dilibatkan. Karena menurut studi-studi, bahwa pelibatan perempuan dalam demokrasi bisa menjadi resilience, atau pertahanan bagi demokrasi itu sendiri. Selain memang itu hak-nya perempuan, hak-nya anak-anak muda untuk memang diajak terlibat dalam demokrasi,” imbuh legislator dapil Sumatera Utara I ini.
Keterlibatan perempuan dalam demokrasi tentu tidak bisa terlepas dari peran perempuan dan politik. Meutya mendorong bagaimana perempuan bisa mengisi ruang-ruang politik atau jabatan-jabatan politik. Dirinya mengapreasiasi, DPR RI dalam periode ini telah memiliki banyak peran perempuan sebagai upaya menjaga demokrasi di Indonesia berjalan secara inklusif dan merangkul semua kalangan.
“Tidak ada demokrasi yang bisa stand alone, tidak ada demokrasi yang ekslusif terhadap suatu kelompok kepentingan. Ke depannya kita mendorong lebih banyak lagi, makanya BDF kemarin bukan hanya membicarakan perempuan di politik tetapi juga bagaimana pendidikan bagi perempuan, dan bagaimana perempuan dilibatkan dalam keputusan penting dan dalam kebijakan publik,“ tutup Meutya. (alw/sf)