Komisi XI Evaluasi Capaian KUR Kepri
Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Achmad Hatari. Foto : Dipa/mr
Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Achmad Hatari menggelar pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Askrindo, Jamkrindo dan Perbankan ke Provinsi Kepulauan Riau. Menurut Hatari, perlu dilakukannya evaluasi kinerja perbankan, khususnya dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2019 kepada masyarakat Kepri.
“Kami datang untuk mengevaluasi capaian di tahun 2019, terkait dengan KUR kepada UMKM, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Karena sudah akhir tahun, maka target-target dan kontribusi bisa dijelaskan ke kami, apakah di bawah rata-rata nasional kah? Atau sudah di atas rata-rata nasionalkah? Itu yang kami ingin perjelas dalam kunjungan ini,” kata Hatari saat memimpin pertemuan Tim Kunker Komisi XI DPR RI dengan sektor perbankan Kepri, di Batam, Rabu (18/12/2019).
Lanjut Hatari, OJK harus fokus pada pelaksanaan fungsi utama, yaitu Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK). “EPK ini diterapkan supaya nasabah merasakan manfaat dari adanya iuran yang dibayarkan industri jasa keuangan kepada OJK, serta dapat membangun kemampuan literasi keuangan,” ujar politisi Partai NasDem ini.
Selain itu, dalam pertemuan ini Hatari juga menyampaikan bahwa Komisi XI DPR RI akan melakukan revisi Undang-Undang (UU) OJK, Bank Indonesia dan Keuangan Negara. “Hal ini terus kami kejar dan sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional. Kami harap Undang-Undang ini harus segera diselesaikan. Dengan harapan adanya masukan dari OJK untuk dapat memberikan bobot dalam perbaikan UU ini,” tutup Hatari.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI Jon Erizal menambahkan perlu adanya evaluasi mengenai target inklusi. Hingga saat ini, OJK telah mencapai target inklusi keuangan sebesar 75 persen. Namun, ia menyayangkan target literasi yang dicapai hanya berkisar 35 persen saja. Ini berarti, setiap nasabah yang membeli produk bank belum teredukasi secara maksimal dalam pembelian produk-produk industri jasa keuangan, termasuk asuransi.
“Target inklusi ini menjadi target utama, supaya masyarakat mudah mengakses. Bukan menerjemahkan saja dengan aktifitas yang ada, tetapi sudah ada berapa capaian yang diberikan. Kami selaku mitra kerja OJK mencoba mendengarkan dukungan apa yang diperlukan, sehingga bisa kami selesaikan secara musyawarah,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Jon melanjutkan, evaluasi kinerja khususnya KUR perlu dipertimbangkan dengan jelas, sehingga tidak adanya kekeliruan dari masyarakat. Menurutnya, KUR dengan besaran hanya Rp 25-50 juta tidak perlu ada jaminan lagi. Ia pun mempertanyakan aturan OJK terkait hal itu. Pasalnya banyak sekali kekeliruan masyarakat diajukan ke Bank Pelaksana. Padahal jika pinjaman tidak ada, jaminannya adalah cadangan harus naik 100 persen.
“Kalau dari Rp 190 triliun kita asumsi saja 30 persen, untuk KUR Rp 25-50 juta, artinya Rp 30-40 triliun. Cadangannya harus dinaikkan, dan dana makin naik lagi. Sejauh ini dana tidak diolah dan tidak produktif. Hal ini dapat menjadi polemik, dimana menimbulkan pertanyaan bahwa relaksasi dari OJK terkait peraturannya sudah ada atau belum,” tegas Jon. (dip/sf)