Ribuan Nomaden di Sulut Tak Berkewarganegaraan
Anggota Komisi I DPR RI Farah Putri Nahlia. Foto : Husen/mr
Tidak kurang dari 4.800 mayarakat nomaden yang hidup di perairan Sulawesi Utara (Sulut) belum memiliki kewarganegaraan. Mereka hidup berpindah-pindah dengan perahunya di perbatasan Indonesia-Filipina. Bila tak dilacak dan dibiarkan nomaden, mereka bisa saja jadi ancaman keamanan, karena khawatir direkrut kelompok teroris dan radikal.
Anggota Komisi I DPR RI Farah Putri Nahlia mengungkapkan hal ini usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI dengan Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah (Kabinda) Sulut Didit Maryono, di Manado, Kamis (19/12/2019). Ia mempertanyakan bagaimana mungkin ribuan warga yang hidup di atas perairan itu tak memiliki kewarganegaraan. Mereka disebut-sebut keturunan Filipina-Sangihe.
"Masyarakat yang tidak memiliki kewarganegaraan jadi pertanyaan saya. Jumlahnya lumayan banyak sekitar 4.800. Dan 331 di antaranya sudah berrhasil menjadi WNI. Sisanya hidup nomaden di perairan. Mereka hidup di atas kapal dan sulit dilacak di perairan," papar Farah, seraya menambahkan, "Ini jadi ancaman karena mereka bisa saja bergabung dengan kelompok teroris dan radikal,” pesannya.
Namun dari penjelasan Kabinda Sulut Didit Maryono, sejauh ini belum ada ancaman serius dari para nomaden tersebut kecuali masalah kewarganegaraan saja. Farah juga menyampaikan bahwa Pemerintah Filipina sudah mengindentifikasi sebagian nomaden teraebut sebagai warganegaranya. Bahkan, di KTP Filipina, ada catatannya sebagai warga keturunan Indonesia.
"Pemerintah Filipina sendiri belum menganggap mereka bagian dari Filipina. Sejak 2016 mereka mulai mengakui. Bahkan, yang mendapat KTP Filipina ditulis di kolom bawahnya warga ini keturunan Indonesia. Yang jadi pertanyaan saya, sebagian sudah menjadi warga Filipina dan Indonesia, mengapa masih banyak ribuan warga yg belum berkewarganegaraan," ucap politisi PAN itu bertanya-tanya. (mh/sf)