Pangkalan Udara Militer Perlu Bekerja Sama dengan Angkasa Pura
Anggota Komisi I DPR RI Lodewijk F. Paulus dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke Makorem 032/Winabraja, Sumatera Barat, Jumat (20/12/2019). Foto : Alfi
Anggota Komisi I DPR RI Lodewijk F. Paulus menyoroti perkembangan status Pangkalan Udara Militer (Lanud) Sultan Sjahrir di Sumatera Barat yang saat ini masih dimiliki PT. Angkasa Pura. Ia menyarankan, perlu pembicaraan lebih lanjut bersama Komisi VI DPR RI selaku mitra kerja Angkasa Pura, guna mengatur kerja sama mewujudkan pembangunan Pangkalan Angkatan Udara, sebagaimana dipaparkan Kasislog Lanud Sultan Sjahrir.
“Kalau membuat Pangkalan Angkatan Udara yang baru pasti akan menyedot biaya yang sangat besar, belum lagi perawatannya, padahal AU bisa dikatakan profit-nya agak sedikit kerena hanya beberapa bandara yang bisa menghasilkan (profit). Kalau kita bisa koordinasikan dengan Komisi VI dan Kementerian BUMN mengenai bentuk kerja sama yang saling menguntungkan,” ungkap Lodewijk dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke Makorem 032/Winabraja, Sumatera Barat, Jumat (20/12/2019).
Lebih lanjut politisi Fraksi Partai Golkar ini menilai bahwa bandara yang sekarang ini masih digunakan menjadi alternatif dari Bandara Minangkabau karena jaraknya yang relatif dekat, hanya sekitar 19 kilometer. “Masih okelah, jika dibandingkan dengan Bandara Fatmawati Bengkulu atau Bandara Kualanamu Medan,” ungkapnya.
Besarnya anggaran biaya perawatan untuk pembentukan pangkalan udara baru, diprediksi Lodewijk tentu akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Untuk panjang landasan 2,15 kilometer dengan lebar mencapai 45 meter, anggaran yang dihabiskan untuk membabat rumputnya saja sudah besar. Belum lagi peralatan navigasinya.
“Maksud saya, karena Angkasa Pura ini profit, memungkinkan ada win-win solutions sehingga ada tanggung-jawab dari Angkasa Pura untuk merawat Lanud, sehingga biayanya tidak terlalu membebankan. Kalau kita lihat di Medan, lebih sengsara lagi karena murni dari AU dan tidak ada keterlibatan Angkasa Pura karena memang lahannya punya AU dan mereka juga butuh bandara alternatif, saya pikir ini bisa kita angkat ke atas,” ujarnya.
Masih mengenai anggaran, Letjen Purnawirawan ini juga sempat menyoroti anggaran dari rencana kontijensi (renkon) pilihan yang disampaikan oleh Danrem 023/Wbr Kunto Arief Wibowo. Ia mempertanyakan besaran anggaran dan seberapa mencukupinya anggaran yang telah dialokasikan, agar kemudan hal ini bisa menjadi informasi yang bisa dilanjutkan saat berkunjung ke Kodam Jaya, ataupun ke Markas Besar TNI nantinya.
Tidak hanya itu, legislator dapil Lampung I ini juga menyoroti mengenai masih banyaknya mantan narapidana terorisme (napiter) berkeliaran di wilayah yang pernah disebut-sebut sebagai sarang teroris di Indonesia ini. “Dalam rangka deradikalisasi yang telah dikonsepkan oleh Danrem ini, para Babinsa perlu diberi informasi tentang mantan napiter tersebut, karena itu bagian dari upaya kita dalam mendeteksi dini upaya pencegahan kontijensi-kontijensi seperti terorisme,” pungkas Lodewijk. (alw/sf)