Pelaksanaan LTSA Butuh Koordinasi Lintas Instansi
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Sri Rahayu (kiri) saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI ke Batam, Kepri, Kamis (23/1/2019). Foto : Azka/Man
Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) bertujuan untuk memudahkan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya untuk mengurus persyaratan ketika akan bekerja di luar negeri, termasuk paspor, dalam satu tempat, agar mereka bisa cepat untuk memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Namun dalam pelaksanaanya masih belum berjalan dengan baik. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Sri Rahayu mengatakan pelaksanaan LTSA harus membutuhkan koordinasi yang baik antara instansi terkait seperti Discapilduk, Imigrasi, dan Dinas Ketenagakerjaan termasuk pelayanan kesehatan harus tersedia di layanan terpadu satu atap tersebut.
Pemerintah pusat juga harus mendorong agar LTSA ini tidak hanya sekedar dibentuk, namun kemudian tidak dijalankan dengan optimal. Menurutnya LTSA perlu difasilitasi, baik fasilitas pembiayaan untuk koordinasi dan sebagainya. Ia menegaskan, perlu adanya kerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam rangka untuk mengatasi persoalan PMI ilegal. Politisi PDI-Perjuangan ini menegaskan, harus ada pemikiran bahwa PMI merupakan anak bangsa yang ingin mendapatkan pendapatan untuk memperbaiki kehidupan dan ekonomi keluarganya.
“Bagaimana Layanan Satu Atap ini tidak hanya sekedar membentuk, kemudian selesai. Hal ini memerlukan kesadaran yang tinggi bagi siapapun lembaga yang terkait di dalamnya. Untuk saat ini khusus di Kepulauan Riau banyak yang perlu dibenahi kembali. Seperti siapa yang bertanggung jawab untuk melanjutkan LTSA tersebut, karena untuk saat ini kantornya saja masih kontrak. Meskipun dalam undang-undang kewenangan itu diberikan pada Pemerintah Daerah, khususnya adalah Kota Batam yang bertanggung jawab,” tegas Sri Rahayu saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI ke Batam, Kepri, Kamis (23/1/2019)
Sri Rahayu menambahkan, dengan adanya LTSA, diharapkan nantinya tidak bermunculan pekerja ilegal, karena sulitnya untuk mengurus persyaratan tersebut. Untuk itu, ia mendorong dinas-dinas terkait agar melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, terutama masyarakat yang ingin menjadi pekerja migran. Langkah ini juga harus didukung anggaran yang cukup untuk melakukan sosialisasi, agar nantinya tidak ada lagi pekerja yang berangkat secara ilegal. Ia juga mengingatkan agar pihak-pihak terkait harus aktif melakukan sistem jemput bola agar para pekerja migran itu bisa menjadi pekerja yang legal.
“Terkadang para pekerja migran tidak menyadari bahwa ada kesalahan (dalam memenuhi persyaratan). Terkadang juga aturan yang kita miliki dengan negara tujuannya berbeda. Dengan adanya persoalan-persoalan itu, perlu kerja sama dan koordinasi di antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk melakukan antisipasi terhadap hal tersebut. Karena tidak bisa sektoral untuk menyelesaikan suatu kerja sama dengan instansi terkait, baik yang ada di daerah maupun di pusat,” pesan legislator dapil Jawa Timur VI itu. (azk/sf)