Ekonomi Global Lesu, Masih Ada Peluang Tingkatkan Ekonomi 2020
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga saat memimpin rapat Komisi Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia beserta jajarannya, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2020). Foto : Arief/Man
Kondisi perekonomian global yang tengah melesu, tak menyurutkan Komisi XI DPR RI untuk mengapresiasi kinerja Bank Indonesia (BI). Selaku pemegang kebijakan moneter, BI bersama-sama dengan Pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi di Indonesia di angka 5,1 persen pada tahun 2019 dan memproyeksikan tumbuh 5,1-5,5 persen pada 2020 ini. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga mengungkapkan masih adan peluang-peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Hal ini menjadi salah satu pembahasan dan kesimpulan rapat Komisi Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia beserta jajarannya, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2020). Menurut Eriko, pertumbuhan perekonomian yang turun pada 2019, dari 3,6 persen menjadi 2,95 persen, dapat mempengaruhi outlook 2020. Namun dengan penguatan sejumlah lini, sektor UMKM misalnya, dinilainya dapat mendorong daya beli masyarakat yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kalau sampai tahun 2019 kan 5 persen, tetapi pada tahun 2020 ini bisa 5,1 sampai 5,5 persen, atau rata-rata 5,3 persen. Ini berarti masih ada harapan, bahwa dengan memperkuat usaha kecil, menengah, dan mikro, dapat meningkatkan ekonomi dan meningkatkan juga aktivitas bisnis yang berlangsung di masyarakat,” ungkap Eriko kepada Parlementaria. Tak hanya pertumbuhan ekonomi, angka inflasi tahun lalu juga sempau mengalami penurunan menjadi 2,72 persen dibandingkan 3,13 persen pada 2018 silam.
Rendahnya fundamental inflasi inilah yang membuat nilai tukar rupiah menguat ke angka yang lebih positif pada awal tahun ini. Berdasarkan pemaparan Gubernur BI Perry Warjiyo, penguatan nilai tukar ini disebabkan adanya aliran modal asing yang ditarik keluar sehingga nilai rupiah hampir menyentuh Rp 15 ribu per dollar Amerika Serikat (AS). Kini, aliran modal yang masik cukup deras sehingga nilai tukar rupiah kembali menguat ke level Rp 13.600 per dollar AS pada hari ini.
Menanggapi menguatnya nilai tukar rupiah, sejumlah anggota dewan angkat suara. Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus mengungkapkan meski hal itu menjadikan kondisi yang ‘friendly’ bagi importir, tetapi ada banyak exchange rate lost karena penjualan yang kemungkinan tidak terkontrol.
Senada dengan hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo juga mengatakan bahwa menguatnya nilai tukar rupiah saat ini tidak ada korelasi hubungan sebab akibatnya, meningkat direct investment portofolio di Kuartal III Tahun 2019 dinilainya sebagai hal yang biasa saja. Bahkan, Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie O. F. P, mempertanyakan kebijakan moneter yang sudah dilakukan terhadap perekonomian di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Eriko mengatakan bahwa penguatan terhadap nilai tukar rupiah mesti tetap dilakukan sehingga berdampak pada meningkatnya manufaktur di Indonesia. “Ini kita tunggu dengan adanya undang-undang Ombibus Law yang baru, mengenai Ketenagakerjaan bisa menjadi simultan nanti untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke depannya,” tutup Eriko. (alw/sf)