Skor Kepuasan Konsumen Modal Penting ASABRI Berkembang
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara saat memimpin rapat dengar pendapat antara Komisi XI DPR RI dengan jajaran Direksi PT. ASABRI, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020). Foto : Arief/Man
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara menilai, saat ini banyak terjadi permasalahan pada industri jasa keuangan yang dirasa sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, meningkatnya skor kepuasan peserta merupakan modal penting bagi PT. ASABRI (Persero) sebagai perusahaan jasa yang memberikan pelayanan kepada konsumen atau peserta, untuk terus tumbuh dan berkembang.
Permasalahan industri jasa keuangan tersebut terkait dengan kondisi keuangan atau likuiditas yang dihadapi oleh beberapa perusahaan jasa keuangan milik Pemerintah yang terkait gagal bayar terhadap para nasabahnya. Demikian dikatakan Amir saat memimpin rapat dengar pendapat antara Komisi XI DPR RI dengan jajaran Direksi ASABRI, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
“Macetnya pembayaran klaim polis menyebabkan para nasabah mengalami dampak kerugian yang besar. Salah satu perusahaan asuransi milik Pemerintah adalah ASABRI. Pada kesempatan rapat dengar pendapat dengan ASABRI, Komisi XI DPR RI meminta penjelasan ASABRI guna mengetahui kinerja keuangan ASABRI selama ini serta mendapatkan penjelasan terkait dengan bentuk dan hasil dari investasi yang dilakukan,” jelas Amir.
Legislator Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, Komisi XI DPR RI juga ingin mengetahui bagaimana tindaklanjut ASABRI atas hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kinerja dan efisiensi pengelolaan investasi ASABRI, serta bagaimana strategi konkret ASABRI dalam menyalurkan pembayaran pensiun agar tetap berjalan dengan lancar dan tidak terjadi gagal bayar.
Sementara itu, perwakilan Direksi ASABRI dalam kesempatan yang sama menyampaikan, kondisi umum Asabri bahwa selama ini pendapatan premi lebih kecil dibandingkan dengan beban klaim dan cadangan manfaat polis masa depan. Premi tidak cukup untuk beban melayani klaim maupun mencadangkan terhadap polish masa depan. Adapun total aset pada tahun 2018 sebesar Rp 19,4 triliun, sedangkan tahun 2019 sebesar Rp 10,6 triliun. Hal itu terjadi karena ada penurunan nilai saham dan reksa dana. (dep/sf)