Kerjasama Kemitraan Indonesia - Australia harus Beri Manfaat bagi Seluruh Rakyat

06-02-2020 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menyerahkan pandangan mini fraksi kepada Pimpinan rapat. Foto : Azka/mr

 

Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina berharap dengan adanya RUU tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA), ke depannya dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

 

“Hal ini memang harus benar-benar dikaji secara matang, dengan harapan kerja sama kemitraan yang terjalin dapat memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia,” ucap Nevi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2020).

 

Nevi mengatakan, berdasarkan penggalian informasi yang telah diperoleh, ada beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian yang perlu dicermati bersama. Diantaranya adalah aspek perlindungan industri dalam negeri, dan aspek neraca perdagangan Indonesia terkait dengan rencana Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dengan Australia.

 

"Jika dilihat dari pos tarif yang rencananya dibebaskan, Australia hanya membebaskan 6.474 pos barang impor dari Indonesia, sedangkan Indonesia harus membebaskan 10.813 pos barang impor dari Australia. Kementerian Perdagangan Indonesia melaporkan, pada tahun 2018 neraca perdagangan Indonesa-Australia mengalami defisit sebesar 3 miliar dollar Amerika Serikat (AS), dimana ekspor yang dilakukan Indonesia sebesar 2,8 miliar dollar AS sedangkan impor dari Australia sebesar 5,8 miliar dollar AS,” paparnya.

 

Adapun beberapa catatan penting yang disampaikan legislator dapil Sumatera Barat II tersebut, diantaranya yaitu  dengan adanya Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia harus dapat meningkatkan kinerja ekspor Indonesia sehingga dapat memberikan dampak positif bagi neraca perdagangan Indonesia.

 

“Selain itu, adanya Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia harus dapat mengendalikan impor untuk melindungi industri dalam negeri khususnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) sebagaimana amanat UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014 pasal 54 ayat (3),” tegas Nevi.

 

Terhadap penghapusan hambatan tarif dan non-tarif dalam perdagangan barang, sambungnya, tidak serta merta dapat menghilangkan ketentuan sertifikasi halal pada produk-produk impor yang masuk ke Indonesia, khususnya produk makanan dan minuman baik kemasan maupun olahan.

 

"Saya meminta kepada pemerintah dan seluruh stakeholder terkait agar dapat memberikan perhatian mengenai hal ini. Semoga  tujuan utama bangsa kita pada pencapaian kemakmuran bersama sedikit demi sedikit dapat terwujud. Asal semua berkomitmen, insya Allah cita-cita bangsa kita tercapai,” tutup Nevi. (dep/es)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...