TIDAK SEMUA MANTAN NAPI BISA JADI CALEG
22-04-2009 /
LAIN-LAIN
Putusan Mahkmah Konstitusi (MK) yang dibacakan Ketua Hakim Konstitusi Mahfud MD di Mahkamah Konstitusi Selasa, 24 Maret 2009, bahwa mantan narapidana diperbolehkan mengajukan diri sebagai anggota DPR/DPRD maupun DPD. Dibolehkannya mantan narapidana untuk menjadi Calon Legislatif (Caleg) bila yang bersangkutan telah bebas dari penjara selama 5 tahun.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan bersyarat permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ada empat syarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi, pertama bukan untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kedua, keputusan ini berlaku terbatas untuk jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum. Ketiga, melakukan keterbukaan dan kejujuran mengenai latar belakang jati diri sebagai mantan terpidana. Keempat, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menolak beberapa permohonan para anggota Pemerintah Revolusionir Republik Indonesia (PRRI)/Perjuangan Semesta (Permesta) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang pernah melakukan tindak pidana cukup berat. Keputusan tersebut juga berlaku bagi yang terlibat pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI).
Menanggapi bolehnya mantan Narapidana menjadi Caleg, Budayawan Arswendo Atmowiloto saat di wawancara Parlementaria mengatakan, meskipun pernah mempunyai status sebagai Napi namun kasus yang dialami berbeda satu dengan lainnya. Menurutnya, kalau seperti kasus korupsi, masyarakat akan menolak mantan Napi yang mengajukan jadi Calon Legislatif.
“Saya tidak setuju kalau mereka berhak mendapatkan kesempatan dipillih menjadi Calon Legislatif (Caleg), terutama yang terlibat kasus-kasus korupsi atau kasus pelecehan seks,†kata Arswendo Atmowiloto.
Lebih jauh, menurutnya, kebesaran hati mantan Napi yang mengajukan diri menjadi Caleg menjadi salah satu faktor penting. “Ini ‘kan yang kita persoalkan, mantan Napi diperbolehkan, tapi yang dibolehkan tidak semua napi, ‘kan mestinya begitu,†ujarnya.
Dalam perbincangannya, Arswendo menilai bila kasus yang menimpa berupa korupsi, teror dan terbukti mengebom tentu tidak bisa menjadi Caleg. “Atau misalnya karena dia mutilasi, karena dia sudah terbukti secara hukum maka dia tidak layak untuk menjadi Caleg,†tegasnya.
Arswendo menjelaskan, MK sudah terlanjur memutuskan tanpa ada klasifikasi, yang penting mantan Napi asal telah bebas dari penjara selama 5 tahun mereka diperbolehkan mengajukan diri sebagai Caleg.
“Jadi untuk membatasi hal-hal yang seperti itu saya tidak tahu, apakah mungkin ada peraturannya atau bahkan Napi pun sebetulnya ada klarifikasinya kearah itu. Paling bagus secara human, itu baguslah mantan Napi boleh, tapi Napi yang bagaimana atau Napi jenis apa, itu harus ada itunya,†katanya. (iwan)