Anggota DPR Apresiasi Masukan dari Pakar terkait RUU BI
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sodik Mudjahid. Foto : Jaka/Man
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sodik Mudjahid mengapresiasi masukan dari Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu, dan Akademisi Keuangan Syariah UIN Yogyakarta Abdul Qoyum terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
"Kami mengapresiasi masukan dari para ahli. Tujuan revisi ini tidak hanya karena sedang menghadapi musibah Covid-19 tetapi juga untuk penguatan pertumbuhan ekonomi jangka panjang," kata Sodik usai mendengar pemaparan dari para ahli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2020).
Menurut Sodik, revisi UU BI akan tetap menjaga independen dan koordinasi secara sehat. "Semua masukan akan dijadikan sebagai penguatan atau argumentasi bagi Baleg dalam merevisi UU Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala BPKH Anggito Abimanyu memberikan masukan terkait amandemen UU BI. Ia mengusulkan supaya fungsi pengaturan perbankan berada di bawah kewenangan bank sentral. Sementara fungsi pengawasan tetap dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Saya mengusulkan OJK diubah menjadi Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK), sedangkan pengaturan dijadikan satu di bawah BI," katanya.
secara terperinci, Anggito juga memaparkan enam masukannya terkait amandemen UU BI. Pertama, amandemen UU BI seharusnya dilakukan melalui proses amandemen bukan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) supaya lebih transparan, kehati-hatian dan mendapatkan hasil optimal.
Kedua, perubahan UU itu juga harus dilihat dalam konteks reformasi pengelolaan makro ekonomi yang sesuai dengan kondisi terkini. Ketiga, amandemen UU BI tidak saja untuk mendorong stabilitas makro, tetapi juga dukungan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja.
“Keempat, penguatan kelembagaan BI yang memungkinkan BI berperan dalam pengelolaan likuiditas makro, pembiayaan APBN (dalam hal terjadi krisis keuangan), dan pengaturan sektor jasa keuangan. Kelima, pengaturan sektor keuangan oleh BI yang memungkinkan OJK fokus ke pengawasan sektor jasa keuangan. Keenam, hubungan koordinasi antara BI dan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi makro dalam tata kelola kelembagaan permanen,” pungkasnya. (rnm/es)