DPR Bahas Revisi UU Demi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025). Foto : Geraldi/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan bagian dari upaya negara dalam menjamin hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Menurutnya, pelindungan tersebut tidak hanya berlaku bagi pekerja di dalam negeri, tetapi juga bagi pekerja yang berada di luar negeri.
"Derajat jaminan konstitusional yang diberikan negara harus sama, baik bagi pekerja di dalam negeri maupun di luar negeri," ujar Irawan dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Ia menegaskan bahwa negara memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melindungi hak-hak pekerja migran. "Jangan sampai WNI yang bekerja di luar negeri merasa perlindungan atas hak-haknya sebagai pekerja lebih lemah dibanding saat mereka bekerja di dalam negeri," tambah politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Irawan juga mendukung penguatan landasan konstitusional dalam RUU ini. "Saya sepakat ketika pasal-pasal konstitusional, seperti Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28E ayat 1 UUD NRI 1945, dijadikan bagian penting dalam penyusunan rancangan undang-undang ini," jelasnya.
Sebelumnya, Tim Ahli Baleg DPR RI menjelaskan sejumlah latar belakang revisi UU ini. Pertama, revisi diperlukan untuk memastikan kepastian hukum terkait pengalihan kewenangan pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Kementerian Ketenagakerjaan ke Kementerian Pelindungan Pekerjaan Migran Indonesia.
Kedua, sistem pelindungan PMI dinilai belum optimal, sehingga masih banyak pekerja migran yang rentan menjadi korban perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
Ketiga, perbaikan sistem informasi, pelayanan, dan pelindungan PMI melalui pemanfaatan teknologi digital diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, termasuk dalam situasi darurat.
Keempat, revisi ini juga bertujuan untuk mengatasi maraknya PMI non-prosedural, yakni pekerja migran yang berangkat ke luar negeri tanpa mengikuti prosedur resmi, sehingga lebih rentan menghadapi permasalahan hukum dan pelindungan di negara tujuan. (hal/aha)