Hadapi Resesi, BI Harus Siapkan Alternatif Selain ‘Burden Sharing’

28-09-2020 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP. Foto : Arief/Man

 

Skema berbagi beban atau burden sharing antara Bank Indonesia (BI) dengan Pemerintah untuk mendanai APBN 2020 sudah terealisasi senilai Rp 183,48 triliun. Skemanya dilakukan dengan cara pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana baik lewat pembiayaan public goods maupun non public goods, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diteken Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada Juli lalu.

 

Pada rapat kerja Komisi XI DPR RI yang digelar secara virtual, Senin (28/9/2020), sejumlah Anggota Dewan menginterupsi dan mencecar Gubernur BI Perry Warjiyo terkait perlu adanya skema selain burden sharing. Berdasarkan skema tersebut, Pemerintah dan bank sentral sama-sama melakukan beban utang yang jika terus berlanjut biaya utang tentu akan semakin membebani APBN di masa mendatang.

 

“Harus ada terobosan-terobosan kebijakan ke depan yang tidak bertumpu pada pembagian beban utang, kalau dalam jangka pendek okelah. Tapi kalau ternyata 2023 kita masih begini, kita mewariskan kepada generasi berikutnya APBN kita sebagian besar diisi oleh utang. APBN kita sekarang sudah 16 persen untuk membayar bunga utang. Tahun depan bisa 18-19 persen hampir sama dengan anggaran pendidikan dan melebihi alokasi anggaran kesehatan,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP.

 

Politisi PDI-Perjuangan itu mengatakan, BI perlu melakukan kajian lebih lanjut dalam mencari terobosan baru. Sebab kondisi ketidakpastian ekonomi ini dinilainya masih akan berlanjut dan belum jelas kapan berakhir mengingat vaksin Covid-19 belum ditemukan. Belum lagi dengan ancaman resesi yang menghantui perekonomian, mengingat Menkeu memproyeksi pertumbuhan ekononomi Kuartal III-2020 minus 2,9 persen.

 

“Perlu ada alternatif yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimiliki Bank Indonesia, kalau gagasan cetak uang ditolak, maka apa gagasan lain yang bisa menyediakan dana untuk negara, untuk pembangunan misalnya. Apakah menggunakan e-Rupiah, atau kalau perlu kita rubah regulasinya untuk memperkuat kapasitas keuangan negara dalam melanjutkan pembangunan di berbagai sektor,” tambah Dolfie.

 

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun juga menyampaikan bahwa berdasarkan skenario burden sharing yang sudah dilakukan, ternyata BI juga menyerap segala risiko moneter dan fiskal yang berlangsung. “Ke depannya, potensi penerimaan BI yang sebesar Rp 21 triliun akan mengalami shortfall, ini risiko secara institusional berarti akan terjadi offside dimana tahun ini akan mengalami surplus dan tahun depan akan defisit yang sangat besar 21 triliun,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.

 

Jangan sampai, lanjut Misbakhun, skenario burden sharing itu kemudian memperlemah posisi kelembagaan bank sentral yang akan mempengaruhi kredibilitasnya secara kelembagaan. Untuk itu, dari skema yang sudah dipaparkan baik meliputi pelonggaran GWM, tambahan likuiditas (Quantitative Easing/QE) mencapai Rp 662,1 triliun, hingga burden sharing ternyata belum terserap dengan baik maka diperlukan langkah antisipasi.

 

“Kita harus lakukan upaya yang serius, jika langkahnya dengan dengan menggeser ke tahun 2021 apakah tidak dilakukan optimalisasi saja di tahun ini supaya bisa menutup defisit ketika penerimaan pajak kita tidak optimal. Sampai sekarang penerimaan pajak kita masih sekitar 53 persen dari Rp 1190,8 triliun. Artinya, potensi pelebaran defisit akan makin terbuka ketika realisasi burden sharing tidak maksimal dan penerimaan pajaknya tidak optimal,” jelas Misbakhun.

 

Menjawab hal itu, Gubernur BI Pery Warjiyo menilai perbaikan ekonomi pada kuartal ketiga sudah terlihat meski berjalan lambat, yang dapat dilihat dari indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) yang mulai membaik seiring dengan peningkatkan ekspor nonmigas. Untuk itu Pemerintah tetap mengucurkan stimulus keuangan bagi sektor ekonomi terdampak agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi yang lebih tajam.

 

“Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh dapat semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi. Dampak dari berbagai stimulus yang telah dikeluarkan ini bisa menghindari penurunan pertumbuhan ekonomi yang lebih tajam dan memberikan perbaikan yang memang dilakukan secara bertahap,” kata Perry. (alw/sf)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...