Pemerintah Harus Pikirkan Kebijakan Tambahan Untuk UMKM
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. Foto: Arief/Man
Kinerja penanganan ekonomi pemerintah saat pandemi Covid-19, mendapatkan banyak sorotan masyarakat luas seiring dengan genap setahun usia pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Terkait dengan hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyampaikan pandangannya melalui rilis tertulis kepada awak media, akhir pekan lalu.
Doktor ekonomi Islam dari Universitas Airlangga ini menjelaskan bahwa program-program stimulus penanganan ekonomi saat pandemi Covid-19 terangkum dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan sampai dengan tanggal 30 September 2020, realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional ini hanya 38,6 persen atau setara dengan Rp 258,3 triliun dari pagu yang dianggarkan sebesar Rp 695,2 triliun.
Adapun rincian realisasinya yakni bidang kesehatan hanya Rp 21,92 triliun atau 25,04 persen dari total pagu Rp 87,55 triliun. Bidang perlindungan sosial realisasinya Rp 157,03 triliun atau 77,1 persen dari total pagu Rp203,91 triliun. Bidang sektoral kementerian dan lembaga dan Pemda hanya 25 persen atau Rp 26,61 triliun dari total pagu Rp 106,05 triliun. Bidang UMKM realisasinya adalah Rp 84,85 triliun atau 68,7 persen dari pagu Rp 123,47 triliun. Bidang insentif usaha realisasinya Rp 28,7 triliun atau 23,27 persen dari pagu Rp 120,61 triliun. Sedangkan bidang korporasi sampai September 2020 belum terealisasi dari anggaran Rp 53,57 triliun.
Anis menegaskan, jika diasumsikan pertumbuhan realisasi mencapai 20 persen per bulan hingga akhir tahun, maka realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini hanya mencapai 50-60 persen. Artinya akan ada dana lebih dari Rp 300 triliun yang tidak terserap. “Realisasi yang rendah ini menyebabkan tujuan utama adanya Pemulihan Ekonomi Nasional itu belum dapat dinikmati oleh masyarakat. Hal itu tercermin dengan adanya pertumbuhan negatif pada kuartal ke-2 tahun 2020, yaitu mencapai 5,3 persen negatifnya. Dengan angka seperti itu, kuartal ke-3 kita perkirakan masih negatif juga,” imbuhnya.
Menjawab pertanyaan apakah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah sudah cukup optimal membantu pelaku UMKM maupun masyarakat, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini memberikan catatannya. “Perlu menjadi catatan bahwa total UMKM yang ada di Indonesia sebanyak 59 juta UMKM. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan hingga April 2020 tercatat terdapat sebanyak 10 juta UMKM yang dikategorikan berpotensi menerima restrukturisasi. Jumlah ini hanya sebesar 16,9 persen dari total UMKM,” papar Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.
Data ini menunjukkan, sebagian besar UMKM masih kesulitan mengakses layanan kredit formal dari perbankan maupun dari lembaga keuangan lain. Hal ini menyebabkan program restrukturisasi kredit UMKM tidak akan membantu sebagian besar UMKM di Indonesia. Oleh sebab itu menurut Anis, perlu dipikirkan kebijakan tambahan untuk membantu UMKM. “Perlu dipastikan sebanyak 1545 BPR atau BPRS dan koperasi-koperasi juga mendapatkan akses yang adil dalam program restrukturisasi,” tegasnya.
Beban tekanan likuiditasi dan resiko kredit juga dinilai Anis, lebih besar di BPR atau BPRS. “Sehingga menjadi penting bagi pemerintah untuk memastikan bagaimana mereka dapat menjangkau penempatan dana pemerintah pada bank-bank peserta untuk program restrukturisasi,” tutup legislator dapil DKI Jakarta tersebut. (alw/sf)