MANTAN NAPI SEBAIKNYA TIDAK JADI CALEG
30-04-2009 /
LAIN-LAIN
Putusan Mahkmah Konstitusi (MK) tanggal 24 Maret 2009, bahwa mantan narapidana diperbolehkan mengajukan diri sebagai Anggota DPR/DPRD maupun DPD asal telah bebas dari penjara selama 5 tahun telah menimbulkan pendapat beragam ditengah masyarakat.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan bersyarat permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ada empat syarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi. Pertama bukan untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kedua, keputusan ini berlaku terbatas untuk jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum. Ketiga, melakukan keterbukaan dan kejujuran mengenai latar belakang jati diri sebagai mantan terpidana. Keempat, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Mahkamah Konstitusi juga menolak permohonan agar mantan anggota PRRI/Permesta dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) termasuk juga tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang terlibat pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI).
Menanggapi bolehnya mantan Narapidana menjadi Caleg, Daday Hudaya dari Fraksi Partai Demokrat dalam perbincangan dengan Parlementaria menilai hal itu tergantung pada kasus yang dialami mantan Napi. Artinya harus ada kategori kejahatan yang pernah dilakukan. Kalau seperti kasus narkoba, karus korupsi, dan kasus pelecehan seks maupun kasus Perampokan tentu masyarakat akan menolak mantan napi yang mengajukan diri menjadi Calon Legislatif.
“Saya tidak setuju kalau mantan napi mendapatkan kesempatan dipillih menjadi Calon Legislatif (Caleg), terutama yang terlibat kasus-kasus korupsi, kasus pembunuhan berencana atau kasus pelecehan seks,†kata Daday Hudaya.
Ia menjelaskan, bila seseorang pernah menjadi tahanan politik merupakan suatu pengecualian. Daday mencontohkan Nelson Mandela yang mantan tahanan politik, dapat menjadi Presiden di negaranya.
“Karena tahanan politik itu memang orang yang memperjuangkan hak-hak orang kecil, dan tahanan politik itu memang bermovitasi. Jadi jangan disamakan mantan napi narkoba, korupsi, dan pelecehan seks maupun perampokan dengan mantan napi politik,†tutur Daday Hudaya.
Ada Klasifikasi
Dalam perbincangannya, lebih jauh Daday Hudaya menilai mantan napi yang mengajukan diri menjadi Caleg ada klasifikasinya. Oleh karena itu, menurutnya persyaratan Caleg harus selektif.
“Ini menyangkut kinerja Dewan. Tapi saya tidak melarang seorang mantan napi ikut jadi Caleg, karena mereka juga punya hak, tinggal tergantung dari partai politik masing-masing,†katanya.
Menyikapi putusan MK terhadap mantan napi yang jadi Caleg, Daday menjelaskan hal itu harus dilakukan pembahasan lebih dalam. “Dalam pembahasan kita atur lagi, kita revisi Undang-Undang Pemilu ini supaya betul-betul bobotnya jelas. Ini yang menjadi masalah bukan mantan napi saja, sekarang yang statusnya napi pun dia masuk lagi jadi Caleg,†jelasnya.
Daday menilai bila ingin memperbaiki citra DPR akan lebih baik bila mantan napi tidak jadi Caleg. Menurutnya hal itu akan memberi citra anggota Dewan.
“Kita ‘kan tidak mau partai kita dicap anggota legislatifnya mantan napi. Itu ‘kan membuat citra kita juga jadi buruk. Jadi secara prinsip saya tidak setuju mantan Napi bisa jadi Caleg.,†tegas Daday.
Hal senada diungkap Wakil Ketua Komisi III DPR Suripto (F-PKS) yang menyatakan tidak setuju dan keberatan dengan keputusan MK bila mantan napi bisa jadi Caleg. “Bagaimanapun juga mantan napi itu tidak baik jadi anggota DPR, karena itu akan memperburuk citra DPR,†kata Suripto.
Ia menilai, keputusan MK itu terlihat berbau politis, seakan-akan berpihak kepada orang-orang yang menjadi anggota DPR yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan tidak senonoh.
“Jadi menurut saya itu akan memperburuk citra DPR,†tegas Suripto.
Lebih jauh, Menurut Suripto sebaiknya tidak merekrut orang-orang yang sudah terkena tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi. “Komisi III DPR nanti juga akan kita usulkan untuk dibahas mengenai mantan napi bisa menjadi Caleg,†jelasnya. (iwan)