Legislator Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Garap EBT
Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bersama Rektor IPB, Dirjen EBTKE, direksi PLN, Asosiasi Pengusaha Hutan, serta lembaga-lembaga riset dan kajian dari IPB di IPB Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021). Foto : Runi/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris mempertanyakan kesungguhan pemerintah Presiden Joko Widodo untuk serius menggarap potensi energi baru terbarukan (EBT), dimana pemerintah menargetkan bauran energi pada tahun 2025 sebanyak 23 persen. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi baru terbarukan hingga 2020 baru mencapai 11,51 persen. Masih jauh dari yang ditargetkan.
Andi mengungkapkan hal tersebut usai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bersama Rektor IPB, Dirjen EBTKE, direksi PLN, Asosiasi Pengusaha Hutan, serta lembaga-lembaga riset dan kajian dari IPB di IPB Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021). FGD ini guna menyerap aspirasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang sedang dibahas Komisi VII DPR RI.
“Seperti kita lihat PLN maupun Pertamina dalam pemaparanya, energi fosil masih meningkat, itu artinya dengan demikian pemerintah masih bergantung pada energi fosil. Menurut saya jika seperti itu, bagimana bisa mencapai target 23 persen jika masih menggunakan energi fosil. Salah satu cara mencapai target EBT secara cepat adalah dengan political will dari pemerintah itu sendiri, agar tidak lagi menggunakan energi fosil. Kita sebagai bagian dari dunia internasional sudah menandatangani Paris Agreement, tentunya harus dipatuhi,” tegas Andi.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menekankan, Komisi VII DPR RI tidak bisa tinggal diam dengan hal itu. Dengan demikian, RUU EBT harus menjadi alat paksa bagi pemerintah untuk betul-betul bisa melaksanakan UU tersebut agar segera mencapai target 23 persen di tahun 2025. Menurut Andi, seharusnya Pemerintah hadir dan bisa mendukung investor yang mau mengembangkan usaha di bidang EBT dengan memberikan insentif.
“Di Malaysia, pengusaha yang mau menginvestasikan di bidang EBT mendapatkan keringanan bunga dari bank, lahan disediakan dari pemerintah. Dengan demikian jika kita bisa mencontoh negara lain, tidak menutup kemungkinan akan adanya investor-investor yang ingin mengivestasikan di bidang EBT. Sehingga target yang diinginkan di tahun 2025 bisa terealisasi,” harap legislator dapil Sulawesi Selatan II itu. (rni/sf)