Pemerintah Harus Perhatikan Kualitas Serapan PEN
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan perwakilan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK wilayah Jawa Timur dalam rangka Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI di Jawa Timur, Senin (15/2/2021). Foto : Tasya/nvl
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyoroti kualitas penyerapan anggaran pemulihan ekonomi tahun 2020 khususnya pada program bantuan sosial. Menurutnya, pemerintah jangan hanya memperhatikan dari seberapa besar anggaran tersebut terserap, tetapi juga menjaga kualitas penyerapannya agar anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi dapat efektif untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang saat ini melemah akibat pandemi Covid-19.
“Ada beberapa kendala misalnya kalau di nasional itu, walaupun terserap tapi tidak tepat sasaran. Salah satunya bansos, karena tidak akuratnya data sehingga tidak tepat sasaran. Jadi walaupun sudah terserap, tapi sisi kualitas penyerapannya yang terpenting bukan hanya sebar-sebar saja, tapi kualitasnya. Seperti apa dan sejauh mana PEN itu bisa mendongkrak daya beli masyarakat,” terang Anis usai di Surabaya, Jawa Timur, Senin (15/2/2021).
Meskipun program bansos memiliki banyak kendala, Politisi PKS ini melihat bansos masih sangat dibutuhkan di tahun 2021. Sebab, pandemi yang telah berlangsung hampir satu tahun lamanya mengakibatkan banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan berdampak pada hilangnya pendapatan. Oleh sebab itu, saat ini banyak masyarakat yang bergantung dan terbantu dengan bansos dari pemerintah baik dalam bentuk sembako maupun bantuan tunai.
“Masyarakat itu banyak yang kehilangan pekerjaan dan dampaknya adalah kehilangan pendapatan. Artinya, di samping mereka butuh pekerjaan mereka juga butuh makan. Sementara untuk kebutuhan makan itu ketika tidak punya pendapatan inikan agak sulit. Makanya, bantuan sosial ini yang berupa bahan sembako itu tetap penting menurut kita,” ujar Anis.
Legislator dapil DKI Jakarta I ini juga mengkritisi program bantuan melalui kartu Pra Kerja. Ia berpendapat program tersebut tidak memiliki output yang jelas. Sebab, pemerintah telah menggelontorkan anggaran yang cukup besar yakni Rp 20 triliun di tahun 2020 dan dianggarkan dengan nominal yang sama untuk tahun 2021. Namun, program tersebut tidak menjadikan peserta kartu Pra Kerja langsung mendapatkan pekerjaan setelah mengikuti pelatihan. Sementara yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah memiliki pekerjaan dan penghasilan.
“Jadi, di antara anggaran itu memang seharusnya dibandingkan kartu Pra Kerja yang tidak jelas output-nya. Ini saya harus katakan tidak jelas karena itukan tidak menjamin orang langsung dapat kerja, tapi hanya mendapatkan pelatihan. Maka itu, berikan bantuan permodalan agar mereka bisa bekerja kembali atau mereka bisa berwirausaha itu akan lebih membangkitkan ekonomi masyarakat, sehingga ekonomi akan tumbuh,” pinta Anis. (nap/es)