Komisi VII DPR RI Soroti Kasus Pertambangan Sultra
Anggota Komisi VII DPR RI Wa Ode Nurhayati (F-PAN) menyoroti kasus pertambangan yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, karena banyak terjadi pengaduan penyerobotan lahan tanah di Konawe Selatan dan aduan masyarakat terhadap lahan tersebut.
“Selain itu masyarakat juga melaporkan adanya praktek-praktek perusahaan tambang yang merugikan rakyat, misalnya CSR itu yang seharusnya ditujukan langsung kepada masyarakat tapi ini pada prakteknya diserahkan kepada pemerintah, nanti pemerintah yang kelola,” ungkapnya saat kunjungan spesifik ke Provinsi Sultra baru-baru ini.
Menurutnya, meskipun secara hukum perusahaan tambang tidak melanggar namun hendaknya mendengarkan aspirasi masyarakat sekitar sesuai dengan konsep pertambangan dalam program CSR tersebut.
Di Sultra, lanjut Wa Ode, banyak terjadi persoalan politis, ia mencontohkan, ketika ada laporan tentang tambang di Kolaka yang hampir sebagian besar itu masuk kawasan hutan ternyata tidak ada. “Ketika saya pertanyakan kepada Dinas Pertambangan ternyata tidak ada itu,” jelasnya.
Ia menghimbau kepada pemerintah daerah (Pemda) untuk menyiapkan regulasi yang baik agar aktivitas pertambangan di Sultra itu berguna bagi masyarakat sekitar dan Pemda. “Kita juga harus bisa memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat ketika ada eksplorasi. Tentunya pemahaman yang baik ini dengan tidak mengorbankan agenda-agenda kerakyatan yang ada disekitarnya,” tuturnya.
Terkait dengan persoalan CSR, Wa Ode Nurhayati mengatakan, persoalan masyarakat sekitar harus di generalisir dengan cara perusahaan tambang terjun langsung kelapangan jadi tidak memakai perantara lagi. “Humas dari perusahaan tambanglah yang langsung menginventarisir, kemudian perusahaan tambang dalam rangka menjawab seluruh agenda daerah disitu mereka membentuk tim pengawas sendiri, yaitu tim pengawas bersama jajaran Pemda,” jelasnya.
Menurutnya, sudah seharusnya dipikirkan pos pembangunan dan pos rakyat dari program CSR perusahaan tambang. Khusus Pemda, paparnya, sudah ada bagian dari dana bagi hasil (DBH) yang dikirim langsung dari pusat. “Makanya penting disiapkan pos langsung dan pos pengawasan, pos pengawasan dilakukan oleh siapa, ya.. dilakukan oleh Pemda dan perusahaan tambang,” jelasnya.
Ia mengusulkan perusahaan tambang membenahi dan menampung aspirasi masyarakat lokal dengan melakukan pemberdayaan masyarakat yang berdampak langsung terhadap pendapatan asli masyarakat sekitar. “Persoalan pendapatan masyarakat juga harus dievaluasi, pendapatannya berapa sih setelah ada perusahaan tambang, menurun atau bertambah. Itu yang harus diperhatikan oleh kita semua,” tuturnya.
Dia menambahkan, harus dibangun semangat yang sama baik pada level eksekutif, legislatif maupun rakyat yang bertujuan membangun regulasi yang baik hingga tidak ada yang dikorbankan. Selain itu jangan sampai adanya provokasi-provokasi yang dilakukan perusahaan tambang.(iw)/foto:iw/parle.