Revisi UU Pemilu untuk Menjamin Pemilu Tahun 2014 Lebih Baik
Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang perubahan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD melakukan kunjungan kerja ke kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang dilakukan pada tanggal 17 s.d 19 oktober 2011, untuk mendapatkan masukan dan aspirasi dari pemerintah provinsi/ KPU/ Bawaslu daerah. Di antaranya mengenai jadwal penyelenggaraan pemilu, syarat menjadi parpol peserta pemilu, sengketa hukum hasil penetapan parpol peserta pemilu, proses pemutakhiran dan penyusunan data pemilih, besaran daerah pemilihan, tata cara pemberian suara, penetapan calon terpilih, serta terkait formula penentuan perolehan kursi dan Parliamentary Threshold.
Tim dipimpin Wakil ketua Pansus, H. Muhammad Arwani Thomafi (F-PPP), didampingi Edison Betaubun (F-PG) dan Yasonnah Laoly (F-PDI Perjuangan). Dalam pertemuan yang berlangsung di gedung Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara, ketua Tim M. Arwani Thomafi mengatakan, tujuan kunjungan kerja pansus Pemilu yaitu untuk mendapatkan gambaran mengenai apa saja kelemahan dan kelebihan dari penyelengaraan pemilu yang lalu, serta menjaring aspirasi masyarakat terkait materi yang perlu diatur dalam RUU tentang perubahan UU No. 10 Tahun 2008 tersebut. Muhammad Arwani menambahkan berdasarkan evaluasi hasil pemilu tahun 2009 lalu, masih banyak kekurangan dari aspek teknis penyelengaraan maupun dari aspek regulasi, sehingga perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. “Revisi UU pemilu yang dibahas saat ini sebenarnya diarahkan untuk menjamin pemilu tahun 2014 nanti menjadi lebih baik dan hasilnya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat”, ujar Arwani menjelaskan.
Terkait besaran Parliamentary Threshold atau Ambang Batas Parlemen yang selama ini hanya diterapkan di pusat namun tidak diterapkan di daerah,Anggota Pansus, Edison Betaubun mengatakan, hal ini masih menjadi perdebatan di dalam Pansus, karena apabila ambang batas terlalu tinggi, akan menyebabkan jumlah suara yang tidak terakomodir semakin banyak. “Dengan angka PT yang tinggi akan banyak suara yang terbuang percuma, tentu hal ini perlu dikaji lebih dalam,” tegasnya.
Anggota Pansus Yasonna Laoly menilai kelemahan pemilu saat ini, untuk menjadi anggota dewan harus mempunyai modal besar dan popularitas bukan kualitas, sehingga rakyat menjadi pragmatis. Yasona Laoly menilai kondisi tersebut membuat calon kepala daerah harus mengeluarkan uang puluhan milyar rupiah untuk dapat dipilih rakyat dan menang. “Jika ini dibiarkan terus maka budaya korupsi akan terus terjadi di Indonesia, karena untuk meraih kursi tersebut calon harus mengeluarkan uang puluhan miliar rupiah, “ katanya. Yasonna berharap melalui perubahan UU Pemilu ini, akan dihasilkan anggota DPR RI, DPD, dan DPRD yang lebih berkualitas, bukan karena bermodal uang atau popularitas semata. Kepada seluruh rakyat, Yasonna menghimbau agar tidak memilih wakilnya di dewan atau kepala daerah dan pemerintah pusat bukan karena uang atau popularitas, tetapi harus sesuai dengan kualitas (SDM) untuk membangun bangsa ke depan dengan lebih baik.
Ketua KPUD Provinsi Sumatera Utara, Irham Buana Nasution mengatakan, hingga saat ini masyarakat masih belum mendapatkan informasi yang utuh tentang latar belakang pemilihan umum, baik aspek filosofis maupun sosiologis. Irham menambahkan, pada proses pemuktahiran data pemilih untuk penentuan daftar pemilih tetap (DPT) dengan basis data kependudukan, dikhawatirkan tidak dapat berjalan dengan baik apabila pemerintah belum menyelesaikan pelaksanaan program E-KTP. “Pemprov menginformasikan kemungkinan pelaksanaan E-KTP tidak selesai hingga 2013 di Sumatera Utara,” ujarnya.
Di samping melakukan pertemuan dengan jajaran Pemprov Sumatera Utara dan KPU-Bawaslu daerah, Tim Pansus RUU Pemilu juga melakukan diskusi dengan civitas akademika Universitas Sumatera Utara untuk menggali masukan bagi perbaikan UU pemilu. (Ang.Tvp