Jemput Kebangkitan Ekonomi, Penerimaan Perpajakan RAPBN 2022 Harus Maksimal
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Ketua DK OJK, dan Kepala BPS, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Mentari/Man
Komisi XI DPR RI telah membentuk Panja Penerimaan dan Panja Pertumbuhan dan Pembangunan Nasional, sebagai pembahasan asumsi dasar dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2022. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan pihaknya akan menggarisbawahi penerimaan perpajakan supaya lebih maksimal, sehingga bisa mendukung pemulihan ekonomi nasional.
“APBN tanpa penerimaan tentu sangat mustahil. Panja Penerimaan akan menghighlight bagaimana penerimaan perpajakan bisa maksimal, sehingga sesuai dengan statement Gubernur BI, bisa menjemput kebangkitan ekonomi nasional," kata Ketua Panja Penerimaan tersebut dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Ketua DK OJK, dan Kepala BPS, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Tren kinerja penerimaan perpajakan, lanjut Fathan, menjadi bahasan yang tak kalah pentingnya. Target penerimaan perpajakan tahun 2022, baik dari skenario terburuk sampai skenario paling optimis, perlu disiapkan secara matang oleh pemerintah. Kemudian, efektifitas pelaksanaan fasilitas perpajakan dalam UU Cipta Kerja terhadap target perpajakan juga akan dibahas.
“Selanjutnya akan dibahas, strategi kebijakan penerimaan perpajakan terhadap peningkatan partisipasi wajib pajak dan relaksasi kebijakan perpajakan dalam mendorong pemulihan ekonomi mencapai target baik jangka menengah dan panjang. Sehingga ekstensifikasi pajak ini sangat penting sehingga target pemerintah bisa tercapai," imbuh politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad sempat bertanya apakah kondisi perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi auto-pilot. Sebab menurutnya, penyusunan KEM-PPKF dengan kenyataan di lapangan sangat jauh berbeda. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan sebelumnya, disebutkan pertumbuhan ekonomi sudah tumbuh secara positif di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku.
"Tetapi kenyataannya dalam serapan APBD kita, tiga provinsi tersebut masuk dalam salah satu provinsi yang serapannya rendah. Segala aspirasi yang kita serap, bahkan di Provinsi Bali justru sampai saat ini kontraksi ekonominya jauh sangat mendalam, tetapi Papua luar biasa pertumbuhannya, saya khawatir penyusunan KEM-PPKF ini justru yang terjadi di lapangan malah berbeda,” kritik politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno juga menyampaikan sejumlah hal yang perlu diperhatikan Panja Penerimaan nantinya, terutama terkait anatomi tax payers. Sebab merujuk pada data BPS, telah terjadi ketimpangan antar aktor, antar sektor, hingga antar koridor yang berlangsung selama pandemi berlangsung.
"Apakah betul anatomi tax payers kita seperti (ketimpangan) itu. Seperti yang terjadi di negara-negara yang sudah maju, 1 persen personal income tax dapat memberi kontribusi kepada 40 persen penerimaan. Sementara 50 persen the bottom hanya berkontribusi 3 persen dari penerimaan personal income tax itu, karena ini akan mengukur sebagaimana kita bisa menarik penerimaan pajak dari perbaikan administrasi perpajakan,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Pada tahun 2022, pemerintah merancang target penerimaan perpajakan akan berkisar Rp1.499,3 hingga Rp1.528,7 triliun, atau naik 4-6 persen dari target penerimaan perpajakan tahun ini senilai Rp1.444,5 triliun. Target penerimaan perpajakan pada 2022 tersebut akan berkisar 8,37-8,42 persen terhadap PDB.
Pemerintah juga menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp322,4 hingga Rp363,1 triliun dan hibah Rp10 hingga Rp20 miliar. Sementara itu, kebutuhan belanja negara rencananya akan dipatok pada kisaran Rp2.631,8 hingga Rp2.775,3 triliun. Defisit anggaran diusulkan berada di kisaran Rp807 hingga Rp881,3 triliun atau 4,51-4,85 persen terhadap PDB. (alw/sf)