Konflik Papua Belum Meratanya Kesejahteraan dan Keadilan
Permasalahan konflik yang ada di Papua sebenarnya adalah rasa ketidak adilan dan belum meratanya kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat Papua. Seperti pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja.
“Masyarakat Papua ingin dihargai sebagai manusia yang bermartabat, untuk itulah perlu dilakukan dialog secara konstruktif dalam menciptakan kedamaian di bumi Papua,” ungkap Ketua DPR RI, Marzuki Alie di depan Sidang Paripurna baru-baru ini.
Marzuki menambahkan, permasalahan yang berkembang di wilayah Papua telah menyita perhatian dan menjadi sorotan kita. Yaitu, isu separatisme, kesenjangan sosial-ekonomi, dan rasa ketidak adilan, serta konflik antara karyawan dan manajemen PT. Freeport Indonesia.
DPR mendesak kepada manajemen PT. Freeport untuk penyelesaian masalah ini agar memperhatikan tuntutan karyawan. Manajemen PT. Freeport harus melakukan dialog dengan karyawan untuk menyelesaikan permasalahan dengan mengedepankan sisi kesejahteraan, keadilan, dan kemanusiaan. “Pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi dan memediasi supaya permasalahannya dapat diselesaikan dengan baik,” ujar Marzuki.
Menurutnya, semua permasalahan ini memerlukan penanganan serius, tidak hanya pernyataan keprihatinan saja, tetapi harus dibarengi dengan langkah-langkah konkret dari pemerintah, tambahnya.
Lebih jauh Marzuki mengatakan, Provinsi Papua dan Papua Barat sebenarnya telah mendapatkan status otonomi khusus berdasarkan UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang telah dibuah dengan UU No.35 tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Pemberian otonomi khusus, lanjutnya, merupakan kebijakan politik yang tepat, merupakan langkah awal untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua. Dana otonomi khusus yang telah dikucurkan mencapai Rp 30 trilyun, tetapi masyarakat Papua tidak merasa ada peningkatan kesejahteraan. “Karena otonomi khusus tidak berjalan efektif dan amanat UU ini belum dilaksanakan secara maksimal. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UU Otonomi Khusus dan tata kelola otonomi khusus harus diperbaiki,” tegasnya.
DPR juga mendesak kepada pemerintah agar dilakukan langkah-langkah konkret yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan. “Ini adalah pekerjaan rumah dan tanggungjawab kita semua, bagaimana mendorong kesadaran generasi muda Papua sebagai bagian dari bangsa Indonesia, bagaimana Papua merasa memiliki Indonesia,” tutur Marzuki.(iw)/foto:iw/parle.