Segera Revisi UU Migas No. 22 tahun 2001

22-11-2011 / KOMISI VII

Anggota DPR RI Sohibul Iman menegaskan, DPR harus segera merevisi UU Migas No.22/2001.  Prioritas tersebut beralasan karena kondisi pengelolaan sektor Migas yang semakin memburuk.

“Misalnya masalah pajak dan birokrasi yang rumit, ketentuan Domestic Market Obligation (DMO), lifting minyak terus turun, realisasi investasi dan eksplorasi yang anjlok sejak 1999, tidak ditemukannya cadangan di Blok baru dalam 10 tahun terakhir kecuali Blok Cepu, produksi minyak bumi yang hanya mengandalkan lapangan-lapangan tua yang sudah matured, dan upaya efisiensi dengan teknologi EOR yang tidak memberikan dampak signifikan,” jelas Sohibul kepada parle di Gedung DPR RI.

Anggota Komisi Energi ini mengingatkan, didalam UU Migas No.22/2001 sebenarnya terdapat cita-cita menata ulang sifat Pertamina sebagai perusahaan yang sekaligus regulator. Namun hasilnya, Pertamina hanya ditempatkan sebagai operator. Tugas sebagai regulator dan pemangku Kuasa Pertambangan diserahkan kepada institusi baru yaitu Badan Pelaksana Migas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Implikasinya, terjadi Penerapan Pola B to G yang menghilangkan Kedaulatan Negara atas kekayaan Migasnya.

“Ini perlu kita revisi, karena membuat posisi Pemerintah sejajar dengan Perusahaan Asing/Swasta, yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Minimal ada 6 parameter agar UU Migas sejalan dengan sistem pengelolaan sumber daya alam yang efisien berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Politisi PKS ini menyebutkan 6 parameter tersebut adalah penyederhanaan sistem dengan pola B to B, proses investasi yang tidak birokratik, formula penjualan Minyak dan Gas yang menguntungkan Negara, kejelasan status kepemilikan dan pembukuan atas cadangan migas diperut bumi, prinsip Lex Spesialis dalam kebijakan fiskal, serta pengelolaan BUMN Migas yang terintegrasi.

“Apalagi dengan adanya 3 pasal dalam UU Migas No.22/2001 (pasal 22 ayat 1 tentang DMO, pasal 12 ayat 3 tentang Badan Usaha yang melakukan eksplorasi-eksploitasi, dan Pasal 28 ayat 2 & 3 tentang  diserahkannya harga BBM dan Gas Bumi kepada mekanisme persaingan usaha) yang sudah dicabut Mahkamah Konstitusi, yang menyebabkan UU Migas tersebut sudah cacat secara hukum, maka revisi UU Migas perlu digesa sesegera mungkin,” jelasnya.

BERITA TERKAIT
Revisi UU Kepariwisataan Harus Adaptif Terhadap Tantangan Global
04-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini, menyoroti Revisi Undang-Undang Kepariwisataan yang tengah dibahas. Ia menekankan pentingnya...
Komisi VII Kembali Bahas UU Kepariwisataan dengan Pemerintah
04-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi VII DPR RI kembali membahas rancangan undang-undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009...
Komisi VII Desak Kemenperin Tingkatkan Daya Saing Industri Kecil dan Menengah
03-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka...
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...