Perlu Data Lengkap dan Kecermatan Ekstra dalam Rumuskan Pasal RUU PKS

25-08-2021 / BADAN LEGISLASI
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dari Aliansi Pekerja/Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) terkait pembahasan RUU PKS. Foto : Azka/mr.

 

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sturman Panjaitan menegaskan perlu data yang lengkap dan kecermatan yang ekstra hati-hati dalam membahas rumusan serta definisi di Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

 

Hal itu disampaikan politisi PDI-Perjuangan tersebut saat Baleg DPR RI menerima Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dari Aliansi Pekerja/Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) terkait pembahasan RUU PKS, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/8/2021).

 

“Yang berikutnya (menjadi sorotan, red), kita juga tidak lepas dari budaya. Kita tidak bisa menganggap siulan itu suatu pelecehan. Ini kan bapak mengatakan, siulan itu godaan. Saya sering digoda oleh orang, mungkin istri saya, apakah itu pelecehan? Makanya dalam menentukan definisi kita harus ekstra hati-hati,” ujar Sturman.

 

Karena itu, ia berharap pembahasan RUU PKS ini tidak malah mencederai budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Jangan sampai, ujar Sturman, dengan diundangkannya RUU tersebut, malah membatasi relasi sosial di antara masyarakat. “Makanya harus ekstra hati-hati, karena budaya Bangsa Indonesia jangan sampai rusak hanya karena kita membuat rumusan definisi dan pasal-pasalnya salah,” pesan Sturman.

 

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Baleg DPR RI Esti Wijayati menambahkan, selain adanya RUU PKS ini untuk mencegah adanya kasus kekerasan seksual, yang terpenting adalah tindakan yang dilakukan oleh institusi buruh untuk mengantisipasi atau pun melindungi terhadap korban kekerasan seksual ini.

 

Karena itu, penting memberikan pemahaman bagaimana harus bersikap memiliki keberanian untuk melawan kekerasan seksual. “Itu penting, artinya ketika kita menunggu proses RUU ini selesai, meskipun berharap bisa segera diselesaikan, tapi ada hal-hal lain yang juga harus dilakukan,” imbuh politisi PDI-Perjuangan itu.

 

Selain APBGATI, hadir pula elemen masyarakat lainnya yang berkaitan dengan isu pekerja perempuan di sektor garmen, yaitu Gender Network Platform (GNP). GNP menilai hilangnya produktivitas pekerja akibat pelecehan seksual berpengaruh sebesar 1-3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

 

Hilangnya produktivitas tersebut sebagai akibat dari biaya keluar-masuk pekerja (turn over), kerugian akibat ketidakhadiran pekerja (absen), dan kurangnya motivasi kerja. Angka turn over pekerja berdampak pada peningkatan biaya rekrutmen, biaya pelatihan pekerja baru, termasuk sumber daya untuk mengumumkan lowongan dan sebagainya. (rdn/sf)

BERITA TERKAIT
Legislator Dorong RUU Pelindungan Pekerja Migran, Sebagai Tanggung Jawab Negara
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, berharap penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No....
Baleg Susun RUU untuk PMI dengan Keahlian Tertentu
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan bahwa revisi UU tentang Perubahan Ketiga...
DPR Bahas Revisi UU Demi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga...
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...