Tamanuri: Indonesia Tidak Kekurangan Dokter
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Tamanuri dalam Rapat Pleno bersama Tim Ahli membahas RUU Dikdok, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/9/2021). Foto: Mentari/Man
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Tamanuri menyoroti beberapa hal penyelenggaraan pendidikan dokter yang perlu dimuat dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Dokter (RUU Dikdok). Salah satunya terkait anggapan selama ini Indonesia selalu merasa kekurangan tenaga dokter.
“Yang jelas kita ini selalu kekurangan tenaga dokter. Tapi sebetulnya kita tidak kekurangan dokter, andai kata 34 provinsi ini memiliki 50 kampus yang ada fakultas kedokterannya. Kalau kuotanya 200 (mahasiswa), berarti 200 dikali 50 (kampus), (berarti) 10 ribu (calon dokter), satu tahunnya bisa mengeluarkan itu,” ujar Tamanuri dalam Rapat Pleno bersama Tim Ahli membahas RUU Dikdok, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/9/2021).
Untuk mengatasi anggapan kekurangan dokter tersebut, menurutnya perlu beberapa hal dilakukan, di antaranya terkait penempatan dokter di wilayah-wilayah Indonesia. Penempatan dokter ini menurutnya perlu dibuatkan suatu aturan bahwa semua yang tamat dan telah melalui uji kompetensi, harus tetap melaksanakan tugas-tugas di daerah, tidak bisa memilih, dan jangka waktunya pun perlu ditentukan.
Kemudian, perlu adanya kewenangan selebar-lebarnya bagi pemerintah daerah untuk dapat memberikan tugas belajar kepada dokter-dokter di daerahnya. Sehingga, dokter umum yang ada dapat menjadi spesialis. Beban biaya di pusat pun berkurang. “Ini yang harus kita atur. Soalnya pemerintah daerah itu punya dokter-dokter umum banyak, tapi tidak bisa dilaksanakan (pendidikan spesialisasi) karena harus melalui pusat," lanjut Tamanuri.
Politisi Partai NasDem tersebut menilai, selama ini banyak dokter yang tidak mau ke daerah dan hanya ingin di kota, sehingga menghambat ketersediaan dokter secara merata. Oleh karena itu, perlu pencantuman aturan penempatan tersebut secara jelas. “Setiap yang sudah keluar uji kompetensinya dia harus turun ke bawah, dia harus enam bulan setahun ada di daerah itu. Kemudian dari situ, dia baru bisa mengajukan untuk pindah ke kota,” imbuh legislator dapil Lampung II ini.
Selain itu Tamanuri meminta, ketersediaan rumah sakit pendidikan sebagai tempat calon dokter melakukan praktik juga jumlah penerimaan maupun kelulusannya perlu disamaratakan baik perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk menjamin kualitas output calon dokter. “Kadang-kadang perguruan negeri ini hanya bisa menerima 200 (mahasiswa), yang swasta ini bebas nerima sampai 350, 400 (mahasiswa),” terangnya. (hal/sf)