Eddy Soeparno: Pemerintah Perlu Perhatikan 'Over Supply' Produksi Semen
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR RI ke PT Semen Bosowa, Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (23/9/2021). Foto: Ica/Man
Industri Semen merupakan salah satu industri strategis yang sangat penting dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyampaikan, yang menjadi persoalan saat ini yaitu terjadinya kelebihan pasokan (over supply) produksi semen, sementara terjadi penurunan konsumsi sebagai imbas dari pandemi Covid-19. Hal tersebut perlu mendapatkan perhatian dan solusi lebih lanjut dari pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan Eddy ketika memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR RI ke PT Semen Bosowa, Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (23/9/2021). Dalam kunjungan tersebut, Eddy menekankan, pemerintah mengkaji ulang permasalahan over supply agar industri semen yang ada saat ini, khususnya PT Bosowa, tidak mati suri.
"Intinya, bagaimana industri semen saat ini, yang padat karya, padat modal, bisa survive ke depannya dan berkontribusi terhadap pembangunan sektor-sektor infrastruktur," jelas politisi Fraksi PAN itu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa over supply yang terjadi akibat penurunan konsumsi semen di tingkat masyarakat itu merupakan salah satu imbas pandemi. "Over supply produk semen ini sangat signifikan, dikarenakan pembangunan-pembangunan di sektor infrastruktur menurun intensitasnya karena Covid-19," ucap Eddy.
Over supply semen pada tahun 2020 yang mencapai 51 juta ton tersebut, juga berdampak pada rendahnya utilitas semen, yaitu hanya mencapai 56 persen. Selain itu, Eddy meminta agar industri semen juga harus ditopang dengan bahan bakar yang efisien, salah satunya batu bara.
Dalam kesempatan yang sama, Eddy memaparkan industri semen juga harus meningkatkan penjualan, baik di pasar domestik maupun ekspor. "Vietnam sangat sukses menjalankan ekspor, Indonesia juga tidak boleh ketinggalan, karena ada potensi yang cukup baik terkait pemasaran semen di Indonesia," papar Eddy.
Untuk diketahui, keberadaan PT Semen Bosowa Maros, sebagai pabrik semen terintegrasi dan berada dilokasi tempat penambangan batu kapur seluar 1.100 Ha, telah beroperasi dan memulai produksi sejak tanggal 16 April 1999.
Dengan kapasitas produksi yang mencapai 4,2 juta ton per tahun yang berasal dari Kiln 1 dan 2, PT Semen Bosowa tentunya memainkan peran yang cukup penting dalam menyediakan kebutuhan semen untuk pembangunan, tidak hanya di wilayah Sulawesi tetapi juga untuk Kawasan Timur Indonesia.
Komisi VII berharap sektor industri ini akan menjadi pendorong perekonomian nasional ke depannya, khususnya pasca Covid-19. Eddy menambahkan, bahwa industri padat karya dan padat modal yang banyak menyerap tenaga kerja harus mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah.
"Dalam waktu dekat, kami (Komisi VII) akan mengundang Asosiasi Semen Indonesia, para pelaku semen, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk bisa melakukan dialog dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat untuk mengurai permasalahan-permasalah di industri ini dan didapatkan solusi yang terbaik," tutup Eddy. (ica/es)