Komisi V Undang Pakar Atasi Masalah Banjir
Komisi V DPR RI mengundang pakar-pakar dari beberapa akademisi untuk meminta masukan terkait permasalahan banjir yang sering melanda negeri ini.
Beberapa akademisi yang hadir dalam rapat dengar pendapat umum. Selasa (17/1) adalah Guru Besar ITB Indratmo Soekarno, Dosen Fakultas Teknik Undip Robert J. Kodoatie, Sudharto dan juga hadir Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Dirjen Cipta Karya, Dirjen Penataan Ruang, Sesmenpera, Sekretaris Utama BMKG dan Sekretaris Utama Basarnas.
Wakil Ketua Komisi V Nusyirwan Sujono, dalam rapat yang dipimpinnya mengatakan, masukan dari para pakar ini sangat penting untuk menentukan kebijakan Pemerintah dalam menangani permasalahan banjir secara nasional.
Jika musim hujan tiba, masalah banjir ini menjadi permasalahan rutin yang jika tidak segera dicarikan solusinya dikhawatirkan akan berdampak dapat memporakporandakan perekonomian kita.
“Jangan sampai Indonesia mengalami banjir besar seperti di Thailand baru-baru ini, untuk itu kita harus jauh-jauh hari melakukan antisipasi untuk mengatasi masalah ini” kata Nusyiwan. Seperti permasalahan banjir dikota-kota besar Jakarta, Semarang, Bandung dan kota-kota lainnya di Indonesia yang perlu penanganan segera.
Anggota Komisi V DPR Rendhy Lamadjido menambahkan, masalah banjir yang mengkhawatirkan salah satunya adalah banyak waduk yang mengalami penurunan efektifitasnya akibat dari adanya endapan.
Menurutnya, hampir 60 persen bendungan yang dibangun tidak dapat berfungsi dengan baik, yang akhirnya aliran sungai akan membelok.
Dalam kesempatan tersebut, Guru besar ITB Indratno Soekarno mengatakan, banjir terjadi disebabkan karena berbagai hal diantaranya, drainase jelek yang menyebabkan hujan tidak dapat dialirkan secara cepat ke tata drainase atau ke sungai sehingga menggenang.
Selain tiu, aliran air di sungai yang berasal dari hulu tidak tertampung oleh badan sungai sehingga melimpas keluar palung dan bantaran sungai di bagian hilir. Penyebab lainnya, muka air pasang menggenangi wilayah pantai yang rendah.
Indratno mengatakan untuk mengatasi permasalahan ini, hal-hal penting yang perlu dilakukan adalah pembangunan waduk dan embung, pengerukan sungai/sarana drainase secara berkala serta normalisasi dan pembuatan tanggul adalah komponen yang sangat penting dalam penyiapan infrastruktur penanggulangan banjir.
Pembuatan polder dan pompanisasi menurut Indratno, juga merupakan tindakan yang secara teknis dapat dikembangkan untuk mengamankan daerah yang dikembangkan atau perkotaan yang ada dari ancaman banjir.
Selain itu, kesiapan SDM dan pendanaan juga merupakan komponen yang sangat penting agar apa yang telah kita miliki dan yang telah dibangun dapat dipelihara dan berfungsi dengan baik.
Pemerintah, katanya, baik Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota harus mempunyai program pengurangan kawasan rawan banjir, baik dengan membangun waduk/situ, perbaikan drainase, pemeliharaan sungai, reboisasi, maupun penyuluhan kepada masyarakat dan manajemen banjir.
Sementara Dosen Fakultas Teknik Undip Robert J. Kodoatie menyoroti penanganan banjir kota pantai seperti yang terjadi di Semarang. Menurutnya, maksimalisasi yang dapat dilakukan untuk penanganan banjir kota pantai adalah mengurangi konsolidasi tanah dan pengambilan air tanah.
Untuk mengatasi rob, karena elevasi muka tanah lebih rendah dari muka air laut saat pasang, drainase saluran terbuka yang menganut sistem gravitasi tidak berlaku, sehingga perbaikan sungai tidak dapat membebaskan daerah rob.
Maksimalisasi lain yang perlu dilakukan adalah sistem polder yaitu berupa kombinasi kolam penampungan sementara, pompa dan pintu air.
Ke dua cara tersebut menurut Robert lebih bersifat teknis. Yang tidak kalah pentingnya adalah cara-cara non teknis, yaitu larangan pembangunan di wilayah pantai, terutama didaerah-daerah yang over-loaded, implementasi law enforcement, pengendalian dan pengembangan daerah banjir, pengelolaan zona pantai yang jelas dan terstruktur. (tt)