Data Kebutuhan Nasional Gula Rafinasi Kemenperin-Kemendag Tidak Sinkron
Anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI dengan PT Medan Sugar Industry, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (8/10/2021). Foto: Ridwan/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar menilai data kebutuhan nasional gula rafinasi antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) setiap tahun tidak sinkron. Kelemahan akurasi data inilah yang menyebabkan sering terjadi rembesan Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri ke Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat sehari-hari.
“Hampir rata-rata (data) tidak sinkron, sehingga setiap tahunnya terjadi rembesan. kelemahan dalam pengawasan, kelemahan dalam rekomendasi ini mengakibatkan petani tebu yang dirugikan,” jelas Nasril Bahar pasca mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI dengan PT Medan Sugar Industry, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (8/10/2021).
Akurasi data tersebut dapat terkait berapa sesungguhnya kapasitas terpasang, idle capacity, kebutuhan industri nasional, serta terkait angka yang harus direkomendasikan untuk tujuan impor raw sugar kebutuhan gula rafinasi. “Nah data-data inilah yang sesungguhnya siluman bagi kita,” tegas Nasril.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPR RI ini menjelaskan kebutuhan nasional untuk GKR hanya 3,5 juta ton per tahun. Namun, ia menduga rekomendasi yang dikeluarkan untuk importasi GKR tersebut melebihi 3,5 juta ton. Kondisi ini yang mengakibatkan terjadi rembesan, sehingga mengganggu produktivitas petani tebu lokal yang menghasilkan GKP, khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sekitarnya. “Ini yang saya sayangkan kalau Kemenperin dan Kemendag tidak hati-hati mengeluarkan rekomendasi atau kuota untuk kebutuhan gula rafinasi untuk industri,” urai Nasril.
Karena tidak sinkron dan transparan antara Kemenperin dan Kemendag, mengakibatkan data kebutuhan gula rafinasi tersebut tidak dapat dijadikan rujukan kuota impor yang dapat direkomendasikan untuk industri. Di sisi lain Kemendag memiliki bidang Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, sehingga rembesan GKR ke masyarakat harus terlacak benar ke mana arahnya. “Sehingga para petani tebu, para petani GKP, tidak merasa kecewa yang setiap tahunnya dialami oleh para petani tebu di Indonesia ini,” tutup Nasril. (rdn/sf)