Terkait Hilirisasi Nikel, Mulyanto Minta Pemerintah Beri Bukti
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: Andri/Man
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah konsisten dengan kebijakan hilirisasi nikel. Ia menegaskan jangan sampai niat memaksimalkan nilai tambah nikel malah merugikan negara.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII Tahun 2021 Lemhannas RI. Jokowi menekankan, ke depan Indonesia tidak lagi mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, namun bahan setengah jadi agar nilai jual lebih tinggi.
Dari sana Mulyanto mendesak pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan program hilirisasi nikel. Sebab masyarakat butuh bukti bukan janji. "Jangan tanggung-tanggung alias setengah hati kalau mau hilirisasi nikel. Sebab selama ini hilirisasi nikel masih sebatas industri smelter dengan produk nikel matte dan NPI (nickel pig iron), dengan nilai tambah yang rendah," ujar Mulyanto dalam siaran Pers nya, Kamis (14/10/2021).
Ia berharap pemerintah mengembangkan diversifikasi produk nikel ini, baik berupa stainless steel, baterai listrik, baja tahan karat dan lainnya. Bukan sekedar bahan baku setengah jadi, sehingga kita dapat menikmati nilai tambah yang tinggi dari komoditas nikel tersebut.
Politisi Fraksi PKS ini mengingatkan, negara sudah banyak berkorban untuk program hilirisasi nikel. Yakni melalui pelarangan ekspor bijih nikel, meskipun harga nikel internasional sedang tinggi. Selain itu Pemerintah juga membebaskan pajak PPh Badan untuk industri smelter.
"Di semester I tahun 2021, harga nikel internasional mengacu pada SMM (Shanghai Metal Market) sebesar 79,61 dolar AS per ton. Sedangkan harga nikel domestik mengacu pada HPM (harga pokok mineral) hanya 38,19 dolar AS per ton. Kurang dari setengahnya," jelasnya.
Akibatnya, lanjut Mulyanto, penerimaan negara dari royalti nikel rendah, belum lagi pendapatan negara dari pajak ekspor bijih nikel menjadi 'nol'. Dengan kondisi seperti ini, ia menilai pemerintah terlalu memanjakan pengusaha smelter dengan harga bijih nikel yang kurang dari separo harga internasional dan 'nol' persen PPh badan. Sementara hasilnya hanya produk setengah jadi untuk keperluan industrialisasi di China.
Oleh karenanya, politisi dapil Banten III ini minta kebijakan hilirisasi setengah hati ini dikoreksi total. Sebab, tidak menguntungkan bagi negara. Kebijakan itu dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan industri asing.
Indonesia perlu meningkatkan penerimaan negara di tengah himpitan utang untuk pembiayaan pandemi. Terobosan program hilirisasi, evaluasi HPM, dan pph badan untuk industri smelter perlu dipertimbangkan Pemerintah secara serius. "National interest kita yang utama.Kita bukan supporter bagi program industrialisasi China," pungkasnya. (ayu/es)