Pengurangan Masa Karantina Harus Didasari Riset
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi. Foto: Ist
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menekankan bahwa kebijakan pemerintah yang mengurangi masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional dari lima hari menjadi tiga hari harus didasari pada rujukan atau riset yang jelas. Sebab, hal tersebut menurutnya dapat menjadi potensi penyebaran Covid-19.
“Harus berdasarkan hasil riset yang jelas. Mengingat penderita Covid-19 terkadang tidak merasakan gejala namun masih bisa menularkan virus," kata Nurhadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/11/2021).
Politisi Partai NasDem ini mengatakan, pengurangan masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional, pernah dilakukan pemerintah pada Januari 2021. Saat itu, pemerintah menetapkan masa karantina pelaku perjalanan internasional menjadi lima hari. Akan tetapi, lanjut Nurhadi, akibatnya justru penyebaran virus terutama varian baru bertambah setelah diterapkan pengurangan masa karantina.
Meski pelonggaran diperlukan karena kasus Covid-19 melandai, namun Nurhadi menilai perlu ada parameter yang terukur dan terkontrol. Untuk itu, pemerintah diminta tetap waspada kapan harus bertindak cepat dan tepat dalam mengatasi berbagai perkembangan pandemi Covid-19. "Kapan harus menarik gas dan kapan harus menginjak rem. Itu semua harus dilakukan dengan cepat dan tanggap untuk kebaikan masyarakat," tambahnya.
Nurhadi juga mengingatkan kepada pemerintah agar kebijakan pengurangan masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional tidak sampai menimbulkan penyebaran varian baru dari luar negeri meluas. "Jangan sampai ada varian baru lagi yang masuk jika masa karantina diturunkan lagi menjadi tiga hari," tegas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur VI tersebut.
Pada 2 November 2021, Satgas Penanganan Covid-19 mengurangi masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional, dari lima menjadi tiga hari. Keputusan tersebut, tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19. (bia/sf)