Netty Prasetiyani Urai Faktor Penentu Pekerja Informal Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI terkait perlindungan sosial bagi pekerja informal di Kota Batam. Foto:Ridwan/rni
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menguraikan terdapat setidaknya dua faktor penentu para pekerja informal berminat mendaftarkan dirinya dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Yaitu, faktor kemauan (willingness) dan kemampuan (ability). Padahal, di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan merupakan hak bagi seluruh warga negara untuk mendapatkan perlindungan sosial-ekonomi, terutama di saat pandemi.
“Ada yang memang betul-betul tidak mampu untuk membayar premi kepesertaan, tetapi ada juga yang mampu tapi tidak mau. Ini tentu membutuhkan pendekatan dan strategi yang berbeda,” jelas Netty saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI terkait perlindungan sosial bagi pekerja informal di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (25/11/2021).
Netty menyadari para pekerja informal adalah kelompok yang rentan untuk kehilangan pekerjaan dalam situasi saat ini. Karena itu, menurut Netty, bukan mereka tidak mau ikut dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Melainkan, untuk menutupi makan sehari-hari saja sudah sulit. “Kalau di-peres yang keluar rupiah masih mending. Kalau yang diperas air mata dan darah bagaimana?” miris Netty.
Karena itu, politisi PKS tersebut turut berterima kasih kepada BPJS Ketenagakerjaan Kota Batam yang telah melakukan program jemput bola, dengan pendekatan kedaerahan dan klasterisasi sektor ketenagakerjaan. “Misalnya, Kalau dengan profesi pembatik bagaimana, nelayan bagaimana, dan seterusnya. Ini tentu butuhkan strategi yang berbeda,” jelas Netty.
Meskipun demikian, setelah para pekerja informal ini diberikan stimulus atau bantuan agar dipermudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tantangan selanjutnya adalah bagaimana cara agar tetap berkesinambungan sebagai anggota. Sehingga, menurut Netty, hal-hal seperti itu harus juga dipikirkan.
Agar jangan sampai euforia di awal karena tingginya peserta yang mendaftar. Namun, keberlanjutan pembayaran preminya tiap bulan menjadi terhenti. “Karena itu kata kunci yang disebutkan adalah pendekatan persuasif, gimana caranya agar menjamin keberlanjutan ini,” pesan legislator dapil Jawa Barat VIII itu.
Diketahui, jumlah tingkat pengangguran terbuka di Kota Batam pada Agustus 2020 mengalami peningkatan 3,48 persen dibandingkan Agustus 2019, yakni dari 8,31 persen naik menjadi 11,79 persen. Sehingga, total jumlah pengangguran terbuka menjadi 87.903. Kondisi ini dipicu lantaran kondisi pandemi Covid-19 dan meningkatnya jumlah penduduk usia kerja serta faktor karena pencari kerja yang datang dari luar Kota Batam. (rdn/sf)