Tak Sekadar Restrukturisasi, PT Barata Harus Lakukan Transformasi Teknologi
Anggota Komisi VI DPR RI Sondang Tiar Debora Tampubolon saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Panitia Kerja (Panja) Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN Komisi VI DPR RI ke PT Barata Indonesia, di Gresik, Jawa Timur, Senin (29/11/2021). Foto: Ridwan/Man
Anggota Komisi VI DPR RI Sondang Tiar Debora Tampubolon menilai PT Barata Indonesia (Persero) tidak cukup hanya melakukan restrukturisasi perusahaan, melainkan harus transformasi agar lebih lincah (agile) dengan teknologi. Sebab, menurut Sondang, saat ini era di mana digitalisasi teknologi sudah berkembang. Namun, perusahaan pelat merah ini masih jamak dikerjakan dengan cara manual.
“Sekarang kan teknologi sudah berkembang, itu kenapa tidak dibikin otomasi. Tidak dibikin PLC (programmable logic controller), apalagi sekarang sudah era digitalisasi,” jelas Sondang saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Panitia Kerja (Panja) Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN Komisi VI DPR RI ke PT Barata Indonesia, di Gresik, Jawa Timur, Senin (29/11/2021).
Saat ini, BUMN Manufaktur tersebut baru saja mendapatkan putusan voting Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Surabaya. Dampak dari putusan tersebut, PT Barata harus melakukan restrukturisasi manajemen, termasuk pengelolaan aset, dalam pembinaan PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA). Padahal, dari sejarahnya, perusahaan ini telah berdiri sejak zaman Belanda pada tahun 1901 dengan nama NV Machinefabrik Braat yang fokus terhadap industri manufaktur terutama untuk agrikultur.
Lalu, saat ini, masuk ke sektor manufaktur untuk makanan, energi, dan pengairan. “Karena itu, sebagai Anggota Komisi VI, saya melihat perlu ada dukungan khusus dari pemerintah, dalam hal ini membentuk ekosistem dari hulu ke hilir, agar kita bisa betul-betul memproduksi atau menjadi suatu negara industri yang manufakturnya maju,” ujar politisi PDI-Perjuangan ini.
Dengan adanya transformasi kelembagaan dan sumber daya manusia ini, Sondang berharap PT Barata dapat menjadi industri strategis yang benar-benar unggul, khususnya dalam memproduksi manufaktur perkeretaapian. “Kita bangga melihat bahwa ada produksi untuk kereta api, di mana hanya tiga negara yang bisa, yaitu China, India, dan Indonesia. Kenapa kita tidak dikembangkan jadi industri strategis ini sehingga kita benar-benar unggul di sana?” harap Sondang. (rdn/sf)