Harga Jual Materai di Masyarakat tak Sesuai UU Nomor 10 Tahun 2020
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid. Foto: Dok/Man
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, khususnya pada Pasal 5 menyebutkan meterai memiliki harga tetap sebesar Rp10.000. Namun dalam pelaksanaannya, Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid ini mengungkap, harga jual meterai yang beredar di masyarakat bervariasi dan ada yang di atas harga yang ditetapkan. Terlebih, digitalisasi seharusnya membuat efisien dan murah. Namun, kondisi yang terjadi sebaliknya.
“Ini malah (harga meterai) justru lebih mahal. Ada yang keliru dalam pola investasi teknologi. Kasihan rakyat. Biasanya beli meterai Rp10 ribu, sekarang menjadi lebih mahal. Ada yang jual Rp11.500, ada Rp10.800. Ini harus ditertibkan. Harus menggunakan single price. Tidak boleh lebih dari Rp10.000 kepada konsumen. Masak Peruri nyekik rakyatnya," ujar Nusron dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Kamis (2/11/2021).
Lanjut politisi Partai Golkar tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan dan Penjualan Meterai, Perum Peruri ditunjuk pihak yang melakukan pembuatan dan distribusi meterai. Dalam mendistribusikan meterai, Perum Peruri harus menunjuk distributor.
"Dalam kenyataannya Perum Peruri menjual harga meterai di atas nilai nominal meterai elektronik. Hal ini disebabkan Peruri mengambil provisi dari negara yang seharusnya dibagi juga dengan distributor. Akibatnya banyak yang jual di atas nilai nominal meterai," terang legislator dapil Jawa Tengah II tersebut.
Selain itu, lanjut Nusron, Peruri memaksakan kepada distributor untuk menjual e-signing dalam distribusi digital meterai. Artinya, yang tidak menggunakan aplikasi e-signing tidak dilayani oleh Peruri. Padahal banyak konsumen terutama lembaga keuangan dan perkantoran sudah terlanjur investasi teknologi dengan provider e-signing lainnya. "Sudah kayak gitu, e-signing di Peruri mahal. Sekali tanda tangan Rp1.300," ujar Nusron. (hal/sf)