Baleg Akomodir Aspirasi Masyarakat Bali dalam RUU Minol
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI I Nyoman Parta bertukar cinderamata usai mengikuti Tim Kunjungan Kerja Baleg DPR RI menggelar pertemuan dengan Gubernur Bali, Kapolda Bali, Forkopimda Bali, perwakilan UMKM, akademisi, perajin arak, serta elemen masyarakat lainnya di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (13/12/2021). Foto: Oji/Man
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI I Nyoman Parta mengatakan dirinya akan mengakomodir berbagai masukan dan usulan dari pemerintah daerah dan kelompok masyarakat Bali terkait pembahasan Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).
Hal tersebut terungkap saat dirinya bersama Tim Kunjungan Kerja Baleg DPR RI menggelar pertemuan dengan Gubernur Bali, Kapolda Bali, Forkopimda Bali, perwakilan UMKM, akademisi, perajin arak, serta elemen masyarakat lainnya di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (13/12/2021). Pertemuan ini dalam rangka penyerapan aspirasi untuk mendapat masukan dan usulan mengenai pengaturan minuman beralkohol.
“Salah satu usulan yang mengemuka adalah agar judul RUU tidak menggunakan kata ‘larangan’ tapi pengaturan, tata kelola atau sejenisnya. Kata larangan bisa menimbulkan kesan Minol sebagai barang terlarang tapi faktanya banyak beredar Minol impor," jelas Nyoman yang juga Anggota Komisi VI DPR RI ini.
Politisi PDI-Perjuangan ini menegaskan bahwa substansi dari RUU Minol adalah bagaimana membangun perekonomian masyarakat, di antaranya dengan mengatur produksi, penjualan hingga peredaran Minol agar sesuai sasaran dan tidak menimbulkan gangguan pada ketertiban masyarakat.
"Adapun masalah mabuknya sebagai akibat karena minol yang disalahgunakan jangan sampai justru dijadikan alasan untuk menutup usaha perajin arak. Arak Bali tak hanya dijadikan sebagai minuman beralkohol tradisional, tetapi juga bagian dari sarana persembahyangan," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Anggota Baleg DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana, menurutnya jika berbicara dampak yang ditimbulkan mengkonsumsi arak (minol) tidak jauh berbeda dengan bahaya merokok namun terkesan jauh berbeda dalam perlakuan hukumnya. "Regulasi itu bertujuan mengatur apa yang tidak legal di masyarakat menjadi legal dan jelas aturannya," tandas politisi PDI-Perjuangan ini.
Sementara ahli farmasi Universitas Udayana Prof Gelgel Wirasuta menyampaikan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 tahun 2020 bukan untuk melegalkan peredaran arak secara sembarangan di masyarakat. Pergub tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destilasi khas Bali ini dikeluarkan dengan tujuan untuk mengatur agar peredaran arak di masyarakat lebih terstandarisasi dan lebih aman untuk dikonsumsi.
"Saya sudah pernah melakukan penelitian tentang arak Bali ini dimana rasa dan kualitasnya tidak kalah dengan minuman alkohol impor. Arak Bali memiliki kekuatan ekonomi yang besar dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saya berharap regulasi tentang minuman beralkohol ini berpihak pada kearifan lokal dan potensi daerah di Indonesia khususnya Bali," ujarnya.
Sedangkan Perwakilan Koperasi Perajin Arak Bali mempertanyakan apakah minuman beralkohol impor itu tidak menggangu ketertiban umum karena membayar cukai dan pajak ke negara. Sementara arak Bali produksi lokal justru dipermasalahkan dan dianggap mengganggu ketertiban umum. "Kami hanya memproduksi 10-50 liter per hari, industri kecil dan menjadikan arak sebagai pemasukan ekonomi keluarga. Janganlah jadikan arak itu menjadi investasi negatif," pungkasnya. (oji/sf)