Komisi X DPR- UU DIKTI Jamin Mahasiswa Kurang Mampu

12-03-2012 / KOMISI X

Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RUU Perguruan Tinggi Komisi X DPR, Syamsul Bachri mengatakan semangat dari Undang-Undang Perguruan Tinggi (Dikti) adalah memberikan perlindungan dan jaminan bagi mahasiswa atau calon mahasiswa yang kurang mampu. UU ini nantinya akan menjamin jika ada mahasiswa yang tidak mampu membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), mereka tidak boleh di drop out (DO).

Hal itu disampaikan Syamsul Bachri kepada wartawan di Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, usai memimpin rombongan Panja RUU Perguruan Tinggi Komisi X DPR ke Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (9/3). Kunjungan Panja RUU Dikti ke Makassar dalam rangka mendapat masukan dari sejumlah civitas akademika seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Universitas 45 Makassar, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, agar bisa mendapat masukan terkait RUU yang rencananya akan disahkan menjadi Undang-Undang akhir bulan ini.

Selain Syamsul Bachri, turut serta dalam rombongan Panja RUU Dikti ke Makassar, diantaranya, Nasrudin (FPG), Dedi Wahidi (FPKB), Raihan Iskandar (FPKS), Rinto Subekti (FPD), dan Dedi Suwandi Gumelar (FPDIP).

 Syamsul Bachri, politisi dari Partai Golkar itu menegaskan tidak boleh ada mahasiswa yang DO hanya karena persoalan ekonomi. "Undang-undang menjaminnya. Perguruan tinggi juga dilarang menolak calon mahasiswa sepanjang dia lulus tes. Perguruan Tinggi yang wajib mencari jalan agar dia kuliah," ujarnya.

Syamsul mengatakan kunjungan kerja tersebut tidak hanya di gelar di Makassar, tapi juga di dua daerah lain, yaitu Banjarmasin dan Jawa Timur. Kunjungan di tiga kota itu bertujuan memberi kesempatan stakeholder untuk menkritisi, memberi masukan yang lebih lengkap tentang substansi yang diatur dalam UU ini nantinya.

"Adapun yang dibahas menyangkut akreditasi, status, pembiayaan, mengelolaan, pengalokasian, organisasi mahasiswa dan hak-hak mahasiswa dan ternyata yang banyak dikritisi adalah status perguruan tinggi, biaya kuliah yang mahal," jelasnya.

Dalam RUU tersebut mengatur maksimal sepertiga biaya pendidikan dibebankan kepada masyarakat dan sisanya ditanggung pemerintah, tapi juga akan diusahakan turun jadi seperempat atau seperlima. Sama halnya biaya penelitian yang saat ini hanya 2,5 persen dari anggaran operasional yang nilainya kurang dari Rp1 triliun akan diatur agar bisa mencapai angka antara Rp7 hingga Rp10 triliun.

Dalam RUU Dikti yang terdiri atas 10 bab dan 119 pasal tersebut, memberikan otonomi pada perguruan tinggi untuk mengelola semuanya juga diatur. Namun, kata Syamsul, jangan diartikan otonomi itu sebagai komersialisasi, karena itulah yang dihindari dalam UU tersebut.

Otonomi Perguruan tinggi dan otonomi akademik yang dimaksud dalam kerangka yang sebentar lagi jadi UU tersebut jelas politikus Partai Golkar tersebut diatur sendiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan karena ada koridornya, mahasiswa tidak perlu khawatir.

"Mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi harus diterima dan melanjutkan studi. Bagaimana perguruan tinggi mengatasi, dengan bantuan atau beasiswa," pungkas Syamsul.

Sedianya pertemuan yang harusnya berlangsung di sejumah kampus di Makassar akhirnya dibatalkan. Pertemuan akhirnya disepakati di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Soal tidak diundangnya mahasiswa, Syamsul Bachri mengatakan itu bukan faktor yang disengaja.

"Ini bukan kesengajaan. Ini kekhilafan. Bisa hadir tertib tapi jangan unjuk rasa. Kami wakil adik-adik. Soal komersialisasi, itu tidak akan ada. Kami jamin. Terkait biaya penelitian, akan diupayakan ditingkatkan," kata Syamsul.

Dalam pertemuan itu, juga disinggung soal rencana penghapusan biaya Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. (SNMPTN). "Kita tidak mau ada biaya seleksi UMPTN. Mudah-mudahan 2013 tidak ada lagi biaya seperti formulir dan lain-lain. Undang-undang ini pro rakyat," katanya.

Mengomentari pernyataan soal lembaga kemahasiswaan di kampus, Syamsul mengatakan perlu ada relaksasi. Ia menilai, pada dasarnya, tetap harus ada koridor yang diikuti, namun itu tak membelenggunya. Dalam pertemuan itu juga mengemuka persoalan batasan usia bagi profesor atau guru besar. Selain itu juga muncul pertanyaan seputar dana penelitian. (nt

BERITA TERKAIT
Perubahan PPDB ke SPMB, Adde Rosi: Harus Lebih Adil dan Inklusif
05-02-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI, Adde Rosi Khoerunnisa, menyambut positif kebijakan baru pemerintah terkait penerimaan siswa yang...
Legislator Minta Menteri Kebudayaan Lakukan Revitalisasi Budaya Adat Daerah
04-02-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI, Mercy Chriesty Barends, menyoroti berbagai persoalan di daerah transmigrasi, terutama benturan kepentingan...
Naturalisasi Tiga Pemain Disetujui Rapat Paripurna DPR, Hetifah: Langkah Besar untuk Timnas Indonesia
04-02-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui permohonan pemberian kewarganegaraan kepada Tim Henri Victor Geypens, Dion Wilhelmus Eddy Markx,...
Sampaikan Dua Catatan, Komisi X Setujui Naturalisasi Tim Geypens, Dion Markx dan Ole Romenij
03-02-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi X DPR RI memutuskan menyetujui rekomendasi pemberian kewarganegaraan RI terhadap tiga atlet sepak bola, yakni Tim...