DPR Segera Revisi UU Tentang Ormas
DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) untuk dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Ormas yang telah ada sebelumnya. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak mampu lagi mengatur masalah organisasi masyarakat.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus)RUU Ormas, Deding Ishak (F-PG) saat pertemuan dengan Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang diwakili Sekda Sumut Nurdin Lubis, di Ruang Beringin Kantor Gubernur Sumut, Senin(19/3).
Pansus RUU Ormas saat ini, lanjutnya, terus mencari masukan dari berbagai kalangan, baik instansi pemerintah, para pakar, ormas maupun LSM atau NGO. “Kita mengharapkan RUU tentang Ormas nantinya benar-benar dapat mengakomodir berbagai kepentingan ormas di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Deding, hanya undang-undang yang bisa mengatur itu. Sementara dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum tentunya pengaturan sebuah keberadaan dan peran organisasi diharapkan akan membantu bagaimana peran ormas nantinya.
“Sejatinya tentu, ormas ini sebagai wadah partisipasif aktif masyarakat yang berbanding lurus dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang pelaksanaannya tentu dalam konteks bagaimana memperdayakan masyarakat dan memberikan kontribusi bagi usaha-usaha pencapaian tujuan pelaksanaan pembangunan,” paparnya.
Deding menambahkan, berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, paradigma berserikat dan berkumpul dibedakan dalam 2 (dua) wadah, yaitu Partai Politik dan Organisasi non Partai Politik (Organisasi Masyarakat). Dengan demikian, lanjutnya, apakah dapat dipahami bahwa ormas mencakup keseluruhan organisasi sosial yang ada, baik organisasi keagamaan, OKP, LSM/NGO’s, organisasi sosial (Orsos), organisasi profesi maupun organisasi sosial lainnya.
Bagaimana kelemahan, hambatan dan tantangan dalam penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakat, tanya Deding. “Itu juga menjadi salah satu dasar pengaturan dalam Undang-Undang tentang Ormas yang menempatkan organisasi kemasyarakatan sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan,” jelasnya.
Melalui pengaturan dalam undang-undang itulah maka pelembagaan partisipasi masyarakat diharapkan dapat terlaksana dan memperoleh perhatian pemerintah, ujar Deding seraya menambahkan karena berkaitan dengan aspirasi sejumlah orang dengan argumentasi yang kuat.
Sementara Sekda Sumut Nurdin Lubis yang mewakili Gubernur Provinsi Sumut mengatakan, perkembangan dan kondisi saat ini keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakat tidak mampu lagi menampung aspirasi yang berkembang, tidak tegas sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi ormas yang menimbulkan ekses negatif serta meresahkan masyarakat. Di sisi lain masyarakat masih menginginkan dan mempertahankan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakat sebagai regulasi yang mengatur berdirinya sebuah organisasi kemasyarakatan.
"Oleh karena itu, Pansus RUU Ormas dapat merumuskan regulasi bagi organisasi kemasyarakatan yang lebih partisipasif dalam pembangunan serta lebih profesional," kata Nurdin.
Ia berharap revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakat dapat menjadi prioritas untuk dibahas dalam masa persidangan tahun 2012. “Sehingga kebebasan berorganisasi tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang anti demokrasi dan anti persatuan nasional untuk memprovokasi terjadi konflik antar suku, ras, agama, dan antar golongan,” tegasnya.
Pansus RUU Ormas melakukan kunjungan ke Provinsi Sumut dipimpin Ketua Tim Pansus Deding Ishak (F-PG) dan sejumlah anggota lintas fraksi yang berada di DPR. Yakni, Ade Surapriatna dan Syamsul Bachri S (F-PG), Hb. Nabiel Almusawa (F-PKS), Sumarjati Arjoso (F-Partai Gerindra), dan Maryam S. Haryani (F-Partai Hanura). Kedatangan Tim Pansus RUU Ormas ke Provinsi Sumut untuk mendapatkan masukan-masukan terkait dengan pembahasan RUU Ormas.(iw)/foto:iwan armanias/parle.