Komisi VII DPR Minta Kejelasan Volume BBM Bersubsidi
25-05-2009 /
KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR Budi Harsono (F-PG) meminta kejelasan pemerintah tentang volume Bahan Bakar bersubsidi terkait program konversi minyak tahan ke gas. Hal tersebut ditanyakan Budi Harsono dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR dengan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Migas DESDM), BPH Migas, BP Migas, dan PT. Pertamina (Persero) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Sutan Bathoegana (F-PD) di DPR, Senin (25/5).
“Kami minta kejelasan mengenai volume BBM bersubsidi,†ujar Budi.
Permintaan ini menurut Budi dikarenakan dari tahun ke tahun kebutuhan elpiji terus meningkat terkait program konversi minyak tanah ke gas yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Budi juga meminta agar pemerintah lebih memperhatikan pendistribusian minyak tanah, terutama ke daerah-daerah. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya masyarakat di daerah-daerah yang antri untuk mendapatkan minyak tanah.
Anggota Komisi VII lainnya, Kahar Muzakir (F-PG) meminta pemerintah untuk memperjelas pengertian subsidi. Menurutnya subsidi yang sekarang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Msaih banyak instansi pemerintah dan masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi tinggi mendapatkan subsidi. “Seharusnya subsidi itu tepat sasaran,†kata Kahar.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Tubagus Haryono mengatakan, realisasi minyak tanah kuartal pertama 2009 sebesar 1,391,092 juta KL. Jika dibandingkan dengan realisasi kuartal pertama 2008 sebesar 2,67 juta KL maka terjadi penurunan 38,65 persen. “Untuk kuota minyak tanah turun 35 persen dari APBN Perubahan 2009 menjadi 3,8 juta KL dari 5,804 juta KL,†jelas Tubagus Haryono.
Sementar itu, mengenai BBM bersubsidi jenis premium, Kepala BPH Migas Tubagus Haryono menjelaskan, Pemerintah telah mengusulkan untuk mengurangi jatah kuota BBM bersubsidi untuk PT Kereta Api Indonesia dan PT Pelni sebesar 10 persen. Operasional kereta dan kapal mewah dianggap tak layak menggunakan BBM bersubsidi.
Menurut Tubagus, usulan pengurangan BBM bersubsidi untuk PT KA dan PT Pelni ini mucul dalam pembahasan antara BPH Migas, Dirjen Migas, dan Depkeu. "Hal ini dilakukan untuk lebih mengontrol subsidi BBM," ujar Tubagus.
Tubagus menjelaskan, pengurangan kuota tersebut dilakukan mengingat adanya jenis-jenis kereta yang tidak perlu disubsidi. "Misalnya kereta bisnis dan eksekutif yang mendapat untung. Begitu juga juga angkutan kapal-kapal mewah yang mendapat untung. Ini harus dihitung cermat," jelasnya.
Tubagus menambahkan untuk kuota BBM dalam RAPBN 2010, pemerintah mengusulkan sekitar 36.504.779 KL. Dalam kuota BBM APBNP 2009 diusulkan sekitar 28.944.530 KL.
Menurut Tubagus, konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium pada 2010 masih mengalami peningkatan kendati BBM jenis lain diprediksi menurun.
Tubagus manambahkan untuk realisasi pendistribusian BBM bersubsidi pada kuartal pertama 2009 untuk premium sekitar 4.897.152 KL, untuk solar sebesar 2.762.105 KL dan untuk minyak tanah sebesar 1.391.092 KL. Untuk program konversi minyak tanah ke elpiji direncanakan penarikan minyak tanah bersubsidi pada tahun 2009 sebesar 4.168.082 KL.(olly)