Komisi IX Dorong Revitalisasi Balai Latihan Kerja
Balai Latihan Kerja (BLK) diminta untuk lebih proaktif dalam melakukan perencanaan pelatihan dan rekrutmen para pencari kerja, karena masih disinyalir ada indikasi hanya orang–orang tertentu saja yang bisa mengikuti program pelatihan yang diadakan BLK.
Hal tersebut terungkap saat tim kunjungan kerja komisi IX DPR RI melakukan peninjauan ke Balai Latihan Kerja di Jakarta Selatan, Selasa ( 17/4) kemarin.
Dalam pertemuan dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Provinsi DKI Jakarta yang juga dihadiri jajaran Kepala BLK se-Jakarta,anggota tim kunjungan kerja komisi IX DPR RI, Karolin Margret Natasa (F-PDI Perjuangan) mengatakan, tingginya biaya operasional ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah lulusan yang berhasil dilatih dan diserap oleh pasar. “Persoalan ini masih menjadi permasalahan klasik,“ tandasnya.
Karolin menambahkan, belum ada sikap proaktif dari para pengelola balai latihan kerja untuk benar-benar mencari masyarakat pencari kerja yang membutuhkan pelatihan.“Terkadang orang yang sama yang mengikuti pelatihan berkali-kali. Telalu banyak akal akalan dan kepentingan yang justru kontra produktif dengan harapan kita terhadap balai latihan kerja,” ucap anggota DPR asal Kalimantan Barat ini.
Ketua tim kunjungan kerja komisi IX DPR RI,Soeprayitno (F-P. Gerindra) mengatakan, ketidakefisiensi dan efektifitas terhadap pengunaan anggaran untuk balai latihan kerja ini masih jauh dari harapan.
“Dalam rangka membangun balai latihan kerja yang professional, mandiri serta bermanfaat bagi masyarakat pencari kerja, komisi IX DPR RI bersama dengan Pemerintah akan mengusulkan untuk dilakukannya revitalisasi Balai Latihan Kerja”, tegas soeprayitno.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta. Deded Sukandar mengatakan, di dalam masa transisi mereka memerlukan waktu untuk membimbing BLKD. Ia juga menilai bahwa BLKD ini merupakan solusi untuk merevitalisasi pengangguran. “Kita masih berkelut dalam rangka mencari jati diri, walaupun saya sudah tantang bagaimana kita jangan hanya melakukan kegiatan yang sifatnya rutinitas, tapi juga harus memberikan terobosan-terobosan bagaimana mengatasi pengangguran yang ada di Jakarta”, ujarnya.
Namun terdapat sedikit miss communication dengan anggota legislatifdi Jakarta mengenai berbagai kelemahan-kelemahan yang terdapat di BLKD ini agar diperbaiki. Seperti masalah kurangnya instruktur yang terdapat di BLKD. “Saya merasasangatmiris atau merasa prihatin dengan adanya BLKD yang hanya memiliki 1 instruktur,” ungkap R. Deded Sukandar. (ton/tvp)