RUU Pemda Akomodir Isu Daerah Kepulauan
Ketua Tim Pansus RUU Pemda Ibnu Munzir, mengatakan pembahasan RUU tentang Pemda mengatur juga mengenai daerah berciri kepulauan, inovasi daerah, dan tindakan hukum terhadap aparatur daerah.
“Isu-isu ini sengaja dibuat pengaturannya mengingat urgensi yang sedang berkembang dalam pengalaman pelaksanaan otonomi daerah selama ini,” tegas Ibnu, di kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (22/5).
Menanggapi hal tersebut, Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Sulut MM. Onibala yang mewakili Gubernur Provinsi Sulut dalam usulan perubahan UU No.32 Tahun 2004 dengan Tim Pansus RUU Pemda, mengatakan bahwa wilayah kepulauan dalam manajemen pemerintahan daerah (Pemda) belum terakomodir, oleh karena itu manajemen pemerintahan khusus wilayah kepulauan perlu diakomodir dalam perubahan UU tentang Pemda. Pasalnya, karakter wilayah kepulauan sangat berbeda dengan wilayah daratan.
Terkait dengan masalah Dana Alokasi Umum (DAU), Onibala menjelaskan, dimensi laut dalam penentuan anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) juga kurang terakomodir. Oleh karena itu, jelasnya, formula anggaran DAU dan DAK harus memasukan dimensi kelautan secara proporsional dan adil sebagai satu kesatuan dengan wilayah daratan.
Menurutnya, Pasal 40 PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan masih terfokus pada wilayah daratan (berorientasi kontinental) yang seharusnya dalam perhitungan DAU memasukan wilayah laut. “Karena pada Pasal 18 UU No.32 Tahun 2004 menegaskan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut,” jelasnya.
Dalam UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia Pasal 2 ayat (2), menyatakan bahwa segala perairan (laut) adalah merupakan bagian integral dari wilayah daratan, tambahnya.
Menurutnya, indikator luar wilayah yang selama ini diperhitungkan hanyalah luas wilayah daratan, sedangkan wilayah laut masih kurang diperhitungkan. Padahal, lanjutnya, darat dan laut merupakan satu kesatuan integral wilayah yang tidak terpisahkan.
Dalam kerangka itu, penambahan 25 persen dari luas wilayah pengelolaan perairan belumlah terasa adil, kata Onibala. Oleh karena itu perlu penambahan kurang lebih 50 persen dari luas wilayah pengelolaan perairan dari berbagai tingkatan administrasi pemerintahan.
Dia juga mengusulkan, kewenangan-kewenangan sektoral yang lebih effisien dan efektif dilaksanakan oleh daerah, sebaiknya diserahkan ke Provinsi melalui asas dekonsentrasi atau tugas pembantuan. “Untuk itu perlu adanya sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Sektoral dengan Peraturan Pemerintah Daerah,” tegasnya. (iw)/foto:iwan armanias/parle.