Legislator Minta Pemerintah Revisi PP No 15 Tahun 2022 Tentang Penerimaan Negara dari Batubara
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: Dok/nvl
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Pemerintah merevisi PP No 15 tahun 2022 Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara. Pasalnya, ia menilai porsi penerimaan negara atas ekspor komoditas batu bara kurang maksimal. Padahal tiap tahunnya nilai ekspor komoditas emas hitam ini terus meningkat.
"PP yang berlaku sekarang masih kurang adaptif dengan perubahan Harga Batu Bara Acuan (HBA). Sehingga nilai pendapatan negara tidak dapat maksimal," ujar Mulyanto kepada awak media belum lama ini.
Saat ini PP tersebut hanya mengatur 5 layer HBA. Semakin tinggi harga HBA maka persentase pajaknya semakin tinggi. Dari rentang persentase pajak 14 persen sampai 28 persen. Ketika HBA di atas USD100 per ton, maka pajaknya menjadi 28 persen.
Jadi, menurutnya, untuk mengoptimalkan penerimaan negara, maka royalti progresif untuk ekspor batubara yang berlaku efektif bulan Mei 2022 ini harus konsisten dijalankan. Royalti tersebut yang lebih realistis. Tidak perlu berupa pengenaan pajak ekspor batu bara.
Politisi dari Fraksi PKS ini juga mengusulkan jenjang royalti progresif ekspor batubara tersebut ditambah 2 layer lagi, sehingga jadi 6 layer. Yakni untuk HBA di atas USD200 per ton dikenakan royalti 33 persen, sedangkan untuk HBA di atas USD300 per ton dikenakan royalti 38 persen.
"Karena ketentuan royalti progresif itu APBN semester I tahun 2022 surplus," ungkapnya. Mulyanto menjelaskan sejak awal tahun 2022, HBA ini terus naik lebih dari dua kali lipat dari USD158 per ton di bulan januari menjadi sebesar USD319 per ton untuk Juli 2022. Ia melihat PP No. 15/2022 yang terbit bulan April 2022 tersebut tidak mengantisipasi HBA yang mencapai setinggi seperti sekarang ini, sehingga perlu segera direvisi. (ayu/aha)