Lima Anggota Komisi II DPR RI Siap Tanda Tangan Dukungan Perjuangan Tenaga Honorer Kependidikan

10-11-2022 / KOMISI II
Lima Anggota Komisi II, Mardani Ali Sera, Sukamto, Difriadi, Dian Istiqomah, dan Ongku P. Hasibuan saat foto bersama usai menerima audiensi dari FGTHSI, Pendidik dan Tenaga Kependidikan Negara Indonesia, FPPN. Foto: Kresno/nr

 

Lima Anggota Komisi II DPR RI secara pribadi siap menandatangani dukungannya untuk ikut mendukung perjuangan tenaga honorer kependidikan. Lima Anggota Komisi II tersebut adalah Mardani Ali Sera, Sukamto, Difriadi, Dian Istiqomah, dan Ongku P. Hasibuan.

 

Pernyataan dukungan ini disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI yang menerima audiensi dari Forum Pendidik Tenaga Honorer dan Swasta Indonesia (FGTHSI), Pendidik dan Tenaga Kependidikan Negara Indonesia, Forum Pemuda Peduli Nagekeo (FPPN) terkait Permasalahan Tenaga Honorer.

 

“Kami siap tanda tangan bersama, minimal secara personal dulu untuk dibawa ke daerah masing-masing. Sebenarnya (persoalan tenaga honorer) itu merupakan kewajiban negara, yang dalam Pembukaan UUD 1945, kewajiban negara ada empat. Yaitu, melindungi segenap tanah tumpah darah dan seluruh penduduk warga Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia. Jangankan nasib ribuan orang, nasib satu warga negara saja harus tetap diperjuangkan,”papar Mardani saat RDPU tersebut di Ruang Rapat Komisi II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2022).

 

Mendengar aspirasi dan fakta dari para Tenaga Honorer Kependidikan ini, Mardani menilai ada beberapa faktor penyebab dari persoalan ini terjadi. Pertama, faktor politik dari kepala daerah terpilih yang berjanji membuka formasi baru untuk pengangkatan. Padahal, seharunya berikan juga hak kepada yang lama untuk ikut serta.

 

“Nanti saat ketemu KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara), Mendagri, dan MenPAN-RB akan kami sampaikan soal ini. Agar para bupati (kepala daerah) tidak memperlakukan teman-teman pejuang honorer ini seperti lemari. Lemari kalau digeser diam, tetapi kalau orang digeser ya banyak ‘buntutnya’,” ujar Mardani.

 

Kedua, faktor kebijakan pemerintah pusat. Menurutnya, ada ketidakjelasan dalam pembiayaan (gaji dan tunjangan) PPPK. Yaitu, pemerintah pusat yang membuka formasi, bahkan menawarkan ke daerah, tetapi ketika para tenaga honorer ini sudah mendaftar dan dinyatakan lulus passing grade, tiba-tibaya pembiayaan diserahkan ke Pemda.

 

Padahal, tambahnya, Pemda sendiri tidak mengira bahwa dia harus menanggung beban PPPK ini lewat APBD. Pemda, jelasnya, mengira penganggaran PPPK itu akan berasal dari  APBN, ternyata dari APBD.

“Terkait hal ini, Komisi II DPR akan mengundang Menteri Keuangan, untuk membicarakan hal ini. Agar urusan PPPK itu jangan diserahkan ke Pemerintah kabupaten/kota, melainkan diambil dari APBN,” tegas Politisi PKS ini.

 

Pembiayaan PPPK melalui APBN ini dinilai relevan. Sebab, saat pidato pada 16 Agustus 2022 lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan sampai April 2022 ada tambahan (surplus) APBN karena ekspor komoditas Indonesia yang positif mencapai sekitar Rp342 triliun. Maka, menurut Mardani, surplus anggaran itu yang harusnya diberikan untuk masyarakat, karena para tenaga honorer kependidikan ini sudah bekerja dan mengabdi sejak lama.

 

“Sementara terkait aduan dari forum pendidik tenaga honorer K1 dan K2 tahun 2015, karena RAB (Rencana Anggaran Biaya)-nya itu sudah ada, tinggal Kategori 2 (K2) yang juga sebagian besar sudah selesai. Maka ini tentu juga harus diperjuangkan,” tegas Mardani.

 

Anggota Komisi II DPR RI lainnya, Sukamto mengungkapkan dukungannya terhadap perjuangan para tenaga honorer kependidikan ini. Meski demikian, ia menilai perlu membicarakannya terlebih dahulu dengan Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI lainnya, serta dari pihak pemerintah diantaranya MenPAN-RB, Mendagri, dan BKN .

 

Sebelumnya, dalam RDPU tersebut, Forum Pemuda Peduli Nagekeo (FPPN) dari Nusa Tenggara Timur berharap 1.047 orang yang tergabung di dalamnya, dapat diberikan kesempatan untuk menjadi calon PPPK, sebagaimana surat yang dikeluarkan oleh MenPAN-RB kepada Bupati Nagekeo.

 

FPPN menilai pihaknya berhak mendapatkan kesempatan itu karena sudah sejak lama mengabdi kepada Pemda Nagekeo, bahkan sejak Kabupaten Nagekeo berdiri. Mereka mengaku selama ibi bekerja secara sukarela alias tidak mendapat honor atau gaji untuk membantu berjalannya pemerintahan kabupaten tersebut. (ayu/rdn)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...