AIPA Harus Terus Kembangkan Peradaban Unggul
Era cyber media, teknologi canggih dan kemajuan peradaban modern masa kini tetap berakar pada sejarah peradaban masa lalu yang mengesankan, dan AIPA harus terus mengembangkan peradaban unggul dan modern, yang terfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebab investasi utama dalam kerangka ASEAN Community adalah membangun bangsa-bangsa ASEAN yang berperadaban maju, modern dan sejahtera (makmur).
Presiden AIPA Marzuki Alie menyampaikan hal itu dalam acara jamuan makan malam, Senin (9/7) di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta.
Marzuki mengatakan, tidak bisa diingkari bahwa pusat budaya dan peradaban berawal di Yogyakarta, dan kota ini telah menyumbang bagi proses evolusi peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia, bahkan melintas wilayah Asia Tenggara.
Jika dilihat candi-candi yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, simbol dan karakteristik budaya terlihat mirip dan dekat diantara sesama bangsa-bangsa ASEAN.
Rencananya, hari ini dan besok, anggota delegasi Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) akan melakukan kunjungan ke Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Informasi singkat tentang candi ini perlu dia jelaskan untuk mendapatkan gambaran atas sebagian dari sejarah awal bangsa Indonesia, terutama atas peradaban dan kebudayaan masyarakat yang bermukim diwilayah ini ribuan tahun lalu.
Dapat dikatakan, para anggota delegasi saat ini berada di pusat kebudayaan dan kerajaan Jawa yang terus berevolusi melampaui berbagai jaman.
Marzuki menambahkan, setelah melakukan kunjungan ke pusat rehabilitasi Grashia bagi para korban pecandu narkotika, delegasi AIPA akan mengunjungi Candi Borobudur, yang merupakan Candi Buddha terbesar di Indonesia yang dibangun oleh Raja-Raja Syailendra dan berorientasi pada Buddha Mahayana.
Para ahli memperkirakan Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke 8 dan ke 9, dimasa puncak kejayaan Raja-Raja Syailendra diantara tahun 760 dan 830, ketika Kerajaan Syailendra berada dalam lingkup Kerajaan Sriwijaya. Pembangunan candi Borobudur diselesaikan pada tahun 825 dibawah Raja Samaratungga.
Sejak dulu toleransi diantara penganut agama telah terbukti ditengah masyarakat Jawa. Ini terlihat dari terdapatnya inscription Hindu di daerah Sojomerto, meski diketahui Dinasti Syailendra merupakan penganut Buddha.
Pembangunan Borobudur dimulai hampir bersamaan dengan pembangunan Prambanan sekitar tahun 732. Raja Sanjaya meresmikan dimulainya pembangunan Candi Prambanan di bukit Wukir hanya 10 kilometer kesebelah timur Borobudur.
Malam nanti, delegasi AIPA akan menyaksikan pertunjukan budaya di Candi Prambanan yang juga disebut Candi Rara Jonggrang yang dibangun pada abad ke 9 oleh Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram.
Candi Prambanan merupakan pusat pemujaan bagi Dewa Shiva. Pada awalnya candi ini disebut Shiva-laya. Di kemudian hari Candi ini dinamakan Candi Prambanan, karena candi ini terletak di desa Prambanan. Namun para ahli memperkirakan nama Prambanan kemungkinan berawal dari kata “Para Brahman”, karena tentu pada jaman itu candi ini dipenuhi oleh para pendeta brahma.
Marzuki menambahkan, candi ini merupakan situs World Heritage yang telah ditetapkan oleh UNESCO dan sekaligus merupakan salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara.
Candi Prambanan dan Borobudur mengingatkan kita pada ribuan candi yang tersebar di kawasan Asia Tenggara, seperti Siem Reap di Cambodia dan di negara-negara anggota ASEAN lainnya. Proses perkembangan peradaban diantara bangsa-bangsa memiliki kaitan dan hubungan dekat dan kuat.
Dalam jamuan tersebut, delegasi AIPA dihibur dengan tari tradisional Bali dan diiringi orchestra sejumlah lagu seperti “Sue Ora Jamu” dan “Yogyakarta” menghibur tamu undangan. Surprise malam itu, Ibu Marzuki Alie juga ikut menyumbangkan suara merdunya menghibur anggota delegasi. (tt)