Komisi VII Soroti Progres Proyek DME di PTBA
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail beserta jajaran, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022). Foto: Oji/Man
Komisi VII DPR RI menyoroti proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengaku sepakat jika ke depannya DME akan menjadi salah satu sumber energi. Namun ia menilai, dengan modal yang sangat tinggi, sumber energi yang digadang-gadang pengganti elpiji ini baru bisa dinikmati dalam jangka waktu yang lama.
Demikian diungkapkan Gus Falah, sapaan akrabnya, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail beserta jajaran, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022). Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto (F-NasDem).
“Dan (DME) ini baru bisa dinikmati mungkin 20 tahun 25 tahun ke depan. Masih sangat lama. Artinya masih potensi ketika PTBA kalau mau menggenjot DME dengan modal investasi yang sangat besar, tentunya luas wilayah yang dimiliki PTBA juga semakin besar. Ini kembali lagi pada (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus) AKT (PT Asmin Koalindo Tuhup) tadi. Maka sampeyan (Dirut) harus berani di situ mengambil (WIUPK) AKT,” tegas Gus Falah.
Sebelumnya, Gus Falah menyoroti tidak tertariknya PTBA untuk mengambil WIUPK Blok Kohong Telakon yang sebelumnya dikelola oleh PT AKT. Penawaran khusus Blok Kohong Telakon itu telah disampaikan Kementerian ESDM pada Juli 2022 lalu. PT AKT tidak lagi berhak mengelola karena dicabutnya izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau terminasi. Kabarnya, bekas lahan tambang PT AKT itu akhirnya diberikan ke PD Banama Tingang Makmur (BTM), yang merupakan BUMD Kalimantan Tengah.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya menilai, proyek DME ini memang menarik di tengah upaya pemerintah terus menyuarakan persoalan hilirisasi, termasuk hilirasasi dari batu bara adalah DME. Namun ia mengingatkan, beberapa waktu lalu di Komisi VII DPR RI juga belum sepakat DME seperti apa yang akan dikembangkan. Belum lagi DME ini juga berasal dari bahan bakar fosil, sehingga transisi dari energi primer ke energi primer.
“Kalau sekarang, pendapat saya tentang bagaimana batu bara, ini harus dihabiskan. Bapak sebagai produsen batu bara jual sebanyak-banyaknya. Karena pada tahun 2060 sudah harus 0. Yang sangat luar biasa dari PTBA, cadangannya tinggi. Lalu dengan cadangan tinggi ketika proses hilirisasi ke batu bara kemudian menjadi DME, apakah ini feasible. Ini kan dari energi primer ke energi primer. Kalau misalkan stok batu bara dengan kalori rendah 3 ribuan, menurut saya sangat masuk akal ketika Bapak ingin melakukan optimalisasi dengan melakukan seperti itu,” urai Bambang.
Politisi Partai Golkar itu juga mempertanyakan pasar dari DME. Ia mengaku belum tahu, apakah akan diperuntukkan kepada konsumsi atau industri. “Kalau dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga, (akan digunakan) untuk memasak. Kalau untuk memasak, kompetitornya adalah elpiji. Ini kan mesti didudukkan dlu, kita sudah sepakat belum. Apakah mau pakai elpiji atau DME, atau kita mixing. Di satu sisi elpiji juga merupakan satu sumber energi yang kita subsidi. Kemudian bapak mau memproduksi DME, harganya seperti apa. Ini harus berpikir komprehensif,” tukasnya.
“Ini jangan hanya karena (PTBA) ingin menyenangkan hati pemerintah, bahwa kami sudah melakukan hilirisasi, tapi tidak link and match dengan kebutuhan industri. Apakah ini konsumsi rumah tangga, apakah ini juga bisa untuk industry, harus berpikir secara komprehensif. Ini bapak mau ngapain dari produksi DME? Apakah hanya untuk menyenangkan karena sudah melakukan hilirisasi? Atau melihat ini ada peluang bisnis,” tanya Legislator Dapil Bangka Belitung itu.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail memaparkan, salah satu yang dinantikan dalam proyek gasifikasi batu bara menjadi DME adalah adanya Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum kegiatan hilirisasi ini. Sebagai gambaran, gasifikasi batu bara menjadi DME ini ditarget rampung pada 2027. Proyek ini ditangani tiga perusahaan, yakni PTBA sebagai penyuplai batu bara, PT Pertamina sebagai offtaker, dan perusahaan asal Amerika Serikat 'Air Product' sebagai processing dan penyedia teknologi.
Arsal menyebut, terkait payung hukum dalam bentuk Perpres, pihaknya masih menunggu harmonisasi di kementerian terkait. Perpres mengenai aturan Coal to DME ini disebut masih dalam tahap penyusunan. “Sampai dengan saat ini draf perpresnya ini telah dilakukan pembahasan oleh kementerian terkait dan ini menjadi salah satu syarat yang diperlukan yang harus kami penuhi agar proyek ini bisa mendorong percepatan dari DME ini,” terang Arsal. (sf/aha)