DPR Siap Jadikan Revisi UU LPSK Sebagai Usul Unisiatif

09-08-2012 / PIMPINAN

Berlarut-larutnya proses revisi Undang-undang nomor 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mendapat perhatian Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso. Ia menekankan apabila pemerintah tidak dapat menyelesaikan draf revisi pada waktunya, DPR dalam posisi siap mengambil alih.

“Saya pahami beratnya tugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai pengemban amanat UU PSK sementara kewenangannya terbatas. Saya siap mendukung apabila revisi itu dilakukan lewat usul inisiatif DPR,” kata Priyo saat menerima Ketua LPSK Abdul Haris Samendawai di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/8/12).

Ia menambahkan sesuai aturan perundang-undangan usulan pembahasan UU dapat dilakukan oleh pemerintah atau DPR. Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam yang bicara didampingi anggota Baleg Ahmad Yani menekankan usul inisiatif baru dapat ditetapkan apabila ada permintaan resmi dari Pimpinan LPSK.

Sementara itu Ahmad Yani menyayangkan lamanya pembahasan draf RUU di pemerintah. Kasus ini juga terjadi pada RUU KUHAP yang sudah belasan tahun mandeg tidak kunjung diusulkan ke DPR. “Ini persoalan sudah lama sebenarnya, banyak RUU terhambat karena ampres belum disampaikan. RUU KUHAP yang sangat dinantikan bangsa ini juga demikian. Kita di Baleg sudah siap mengambil langkah revolusioner menjadikannya usul inisiatif DPR,” tandasnya.

Ketua LPSK dalam penjelasannya memaparkan meningkatnya kasus pidana membuat semakin banyak saksi dan korban yang harus dilindungi. Sebagian adalah pelapor yang siap menjadi Justice Collaborator dan Whistle Blower mengungkap tindak pidana yang mereka ketahui. Untuk melakukan langkah perlindungan LPSK seharusnya mempunyai satuan pengamanan sendiri. Pilihannya saat ini adalah meminta bantuan petugas kepolisian.

“Petugas yang diperbantukan kepolisian itu berganti-ganti sehingga mempengaruhi efektifitas pengamanan yang terkadang bersifat rahasia. Kita belajar dari Amerika yang mempunyai US Marshall, mereka sebagian polisi atau petugas yang dilatih polisi tetapi bekerja penuh untuk LPSK-nya Amerika,” jelasnya.

Kewenangan lain yang perlu diperkuat lewat revisi adalah keputusan LPSK untuk melindungi saksi atau korban seharusnya wajib dilaksanakan oleh instansi terkait, namun pada prakteknya tidak demikian. Hal lain adalah status kesekjenan yang hanya setingkat pejabat eselon II. Konsekuensinya masalah anggaran dan kepegawaian tidak dapat dikelola sendiri, harus melalui Setneg. Pertanggungjawaban kinerja di DPR pun dilakukan pada 2 komisi, bidang administrasi ke Komisi II dan Komisi III terkait penegakan hukum.

“Memperhatikan tantangan pekerjaan kita harapkan revisi dapat tuntas tahun 2013. Apabila pembahasan draf di pemerintah masih mandeg kita akan serahkan ke DPR. Ini bukan persoalan enak tak enak,  karena itukan perasaan. Tetapi ini persoalan proteksi saksi korban yang begitu banyak dan perlindungan tidak bisa optimal karena berbagai kendala tadi,” demikian Haris.(iky)/foto:iwan armanias/parle.

BERITA TERKAIT
Tangki Kilang Cilacap Terbakar, Puan Maharani: Segera Audit Sistem Pengamanan Kilang Pertamina
15-11-2021 / PIMPINAN
Prihatin dengan insiden terbakarnya tangka kilang di Cilacap pada Minggu (14/11/2021) lalu, Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani meminta...
Tutup Piala KBPP Polri, Puan Harap Lahir Bibit Atlet Pesepak Bola
14-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menutup turnamen sepakbola Piala Keluarga Besar Putra Putri (KBPP) Polri usia dini yang...
Rachmat Gobel: Pemda Harus Cari Solusi Atasi Banjir Gorontalo
13-11-2021 / PIMPINAN
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel meminta Pemerintah Daerah Gorontalo harus cepat turun tangan menyelesaikan masalah banjir yang terjadi di...
Panen Padi di Banyuwangi, Puan Dorong Pertanian Dijadikan Agrowisata
12-11-2021 / PIMPINAN
Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani melanjutkan rangkaian kunjungan kerja ke Banyuwangi, Jawa Timur dengan turut serta memanen padi...