Rugikan BPSK, Legislator Nilai UU Perlindungan Konsumen Bermasalah

14-03-2023 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto dalam agenda Forum Legislasi yang diselenggarakan di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/03/23). Adapun Forum Legislasi tersebut bertema ‘Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen’. Foto: Tari/Man

 

Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menyampaikan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang merupakan UU No. 8 Tahun 1999 imemiliki substansi yang bermasalah. Dampaknya, UU tersebut dapat berpotensi untuk menyulitkan lembaga perlindungan konsumen, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
 

“Masalah perlindungan konsumen, jadi saya lihat sistem hukumnya yang pertama itu substansi banyak bermasalah. Di beberapa pasal, (seperti) pasal 54 (dan) 56, (pasal) 54 itu kalau nggak salah ya, itu final and binding putusannya tetapi di (pasal) 56 dia bisa ngajuin kasasi sehingga menyulitkan BPSK,” ujar Darmadi dalam agenda Forum Legislasi yang diselenggarakan di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/03/23). Adapun Forum Legislasi tersebut bertema ‘Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen’.

 

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu berpendapat bahwa selain secara substansi bermasalah, UU Nomor 8 Tahun 1999 ini juga memiliki struktur hukum yang kurang efisien. Hal ini menyebabkan BPSK menjadi tidak bertaji dan banyak tak beroperasi di berbagai daerah di Indonesia akibat dari UU Pemerintah Daerah yang tidak relevan dengan UU Perlindungan Konsumen. Padahal, menurutnya, BPSK ini merupakan salah satu lembag yang memiliki peranan penting dalam perlindungan konsumen.

 

“Masalah kedua adalah struktur hukumnya. (Pada) aparat penegak hukumnya. Coba lihat BPSK, kita riset Pak asal muasal bahwa BPSK itu jadi impoten itu karena Undang-Undang Pemda. Undang-Undang Pemda Nomor 23 Tahun 2004, dulu di UU Nomor 8 Tahun 1999 itu semua penyelesaian konsumen ditaruh di kabupaten/kota. Di UU Pemda ditarik ke provinsi. Di provinsi karena kekurangan dana nggak ada yang ngurus akhirnya BPSK hampir di seluruh Indonesia tutup atau anggarannya turun,” tutur Legislator Dapil DKI Jakarta III itu.

 

Darmadi menambahkan bahwa dirinya menemui ada Majelis Hakim di BPSK yang memiliki gelar doktor, tapi hanya mendapatkan gaji sebesar Rp500.000. Hal ini menyebabkan banyak BPSK di Kabupaten/Kota yang tutup atau kosong. Ia juga menyampaikan bahwa dirinya sudah mengunjungi BPSK di berbagai daerah dan semuanya mengeluhkan hal yang sama.

 

“Bayangkan Majelis Hakim di BPSK itu ada yang Doktor Pak gajinya 500.000, akibatnya apa? di hampir seluruh kabupaten/kota itu banyak nggak ada BPSK atau ada BPSK-nya kosong. Bapak/Ibu sekalian itu yang terjadi situasinya seperti itu, saya datangin tuh BPSK di Pontianak di Medan saya datangi di mana saya datangi itu hampir mereka mengeluh semuanya,” pungkasnya. (gam,gal/rdn)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...