Inosentius Samsul: Kebijakan Publik Harus Berdasarkan ‘Evidence Based’

05-06-2023 / M.K.D.
Kepala BK Setjen DPR RI Inosentius Samsul saat mengikuti acara Seminar Nasional (Semnas) di Solo, Jawa Tengah, Selasa (30/5/2023). Foto: Arief/nr

 

Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul mengatakan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus melibatkan partisipasi publik, khususnya kepada para pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi. Karena itu, kebijakan publik yang baik dan berkualitas harus didasarkan pada riset atau evidence based.

 

"Evidence based ini intinya adalah bahwa setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada argumentasi-argumentasi akademis maupun empiris yang itu tentunya banyak kita temukan di perguruan tinggi ataupun langsung ke masyarakat. Ini satu kerangka berpikir,” jelas pria yang kerap disapa Sensi itu kepada Parlementaria pada acara Seminar Nasional (Semnas)  yang diselenggarakan oleh Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) Setjen DPR RI di Solo, Jawa Tengah, Selasa (30/5/2023).

 

Sensi juga menegaskan dalam pembentukan RUU, acuan dasar lainnya yang juga harus diperhatikan adalah berkaitan dengan asas Meaningful Public Participation. "Meaningful public participation adalah bagian dari proses penyusunan undang-undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Di mana dalam pembuatan peraturan, itu penting melibatkan masyarakat secara bermakna,” tegas Sensi.

 

Selanjutnya, Sensi juga menerangkan asas Meaningful Public Participation memiliki tiga tolak ukur. Yaitu, pertama, right to be heard atau hak untuk didengar dan diinformasikan bahwa ada sesuatu yang sedang berproses di DPR, sehingga masyarakat mengetahui; Kedua, right to be considered, atau hak untuk dipertimbangkan.

 

Sehingga, tegasnya, jika ada masukan-masukan dari masyarakat, lalu kemudian ditolak oleh DPR atau Panitia Kerja (Panja) ataupun Panitia Khusus (Pansus) itu dibahas menjadi masukan dari masyarakat dapat dipertimbangkan. Tidak harus diadopsi menjadi norma, tetapi dibahas dan ditimbang-timbang cocok atau tidak; Ketiga, right to be explained, atau hak untuk dijelaskan. Sehingga, publik tahu alasan jika ada masukan yang diterima ataupun tidak diterima.

 

“Jadi, inilah yang disebut dengan meaningful public participation. Sehingga saya kira semua yang terlibat terutama di DPR, termasuk Badan Keahlian, itu harus terbiasa dengan kerangka berpikir seperti itu,” tutup Sensi. (afr/rdn)

BERITA TERKAIT
BK DPR Terima Kunjungan Bangsamoro Transition Authority, Bahas Otonomi Khusus
12-12-2024 / M.K.D.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Kepala Badan Keahlian (BK) Setjen DPR RI, Inosentius Samsul, bersama jajarannya, menerima kunjungan Bangsamoro Transition Authority (BTA)...
Sampaikan Keterangan di MK, DPR RI Dalami Usulan terkait Jeda Dua Tahun Pemilu Nasional dan Daerah
10-12-2024 / M.K.D.
PARLEMENTARIA, Jakarta – DPR RI menyampaikan keterangannya dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) Perkara 135/PUU-XXII/2024 Perihal Pengujian Materiil UU Nomor...
Gelar FGD Reformasi Hukum Pidana, Badan Keahlian DPR RI Tanda Tangani MoU dengan UGM
06-12-2024 / M.K.D.
PARLEMENTARIA, Yogyakarta - Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI menjalin kerja sama dengan melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau...
Terima Kunjungan NABO Korsel, PA3KN Tukar Informasi Dukungan ke Parlemen Fungsi Anggaran
29-11-2024 / M.K.D.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Pusat Analisis Anggaran dan Akuntabilitas Keuangan Negara (PA3KN) Badan KeahlianDPRRI menerima kunjungan dari National Assembly Budget Office...