DPR Minta Divestasi Saham 7 Persen Newmont Diserahkan Ke Pemda NTB
07-11-2012 /
KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR Azwir Dainy Tara meminta PT Newmont Nusa Tenggara menyerahkan tujuh persen saham jatah divestasi 2010 kepada pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sangat mengharapkan memiliki saham tersebut.
"Saya tidak habis pikir apa dasar pemikiran direksi Newmont memberikan tujuh persen saham itu ke pemerintah pusat. Kenapa tidak diserahkan kepada daerah," kata Azwir pada pertemuan Komisi VII DPR dengan mitra kerja bidang pertambangan dan energi di kawasan wisata Senggigi, Selasa (6/11).
Kunjungan kerja Komisi VII DPR ke NTB merupakan salah satu agenda reses persidangan I tahun sidang 2012-2013. Selama berada di NTB para anggota Komisi VII bertemu dengan perusahaan tambang PT Newmont Nusa Tenggara, PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).
Politisi dari Partai Golkar itu mengatakan, proses penyerahan saham tahap pertama dan kedua sudah berjalan dengan baik, diberikan kepada daerah, tetapi proses terakhir tujuh persen saham. Kalau tujuh persen saham diberikan kepada pemerintah pusat tidak ada artinya.
Pada pertemuan dengan Pemda, kata Azwir, Wakil Gubernur NTB Badrul Munir menyatakan, akan berjuang hidup atau mati untuk mendapatkan tujuh persen saham tersebut.
"Karena itu sebaiknya tujuh persen saham tersebut diserahkan ke daerah, karena tidak ada artinya bagi pemerintah pusat. Apalgi Newmont beroperasi di NTB akan merasa lebih dekat dengan masyarakat dan pemerintah di daerah ini," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana Siregar yang memimpin rombongan ke Provinsi NTB, pada pertemuan dengan jajaran Pemprov NTB juga menyatakan, akan berjuang agar tujuh persen saham itu diberikan kepada Pemda.
Ia mengatakan, Komisi VII akan memanggil Menteri ESDM terkait penyelesaian tujuh persen jatah divestasi 2010 yang hingga kini belum ada titik terang. "Jadwal kami setelah reses nanti adalah mempertanyakan masalah divestasi Newmont menjadi lebih jelas dan tujuh persen saham itu diberikan kepada pemerintah daerah (Pemda) atas nama rakyat NTB," katanya.
Dia mengatakan, kepemilikan tujuh persen saham tersebut akan mengangkat harkat dan martabat rakyat NTB sebagai daerah penghasil. Undang-undang juga menyebutkan kalau ada sumber daya tambang di suatu daerah, maka mulai eksplorasi sampai ekploitasinya harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT NNT, Martiono Hadianto menanggapi pertanyaan anggota Komisi VII DPR tersebut, mengatakan, terkait dengan divestasi tersebut pihaknya, mengacu kepada Kontrak Karya, dan tidak berani melanggar kontrak tersebut.
"Di dalam Kontrak Karya ada ketentuan bahwa, pemerintah boleh mendelegasikan haknya kepada institusi pemerintah atau badan usaha yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh negara. Ini yang kurang dipahami," katanya.
Menurut dia, Kontrak Karya seluruhnya berisikan kewajiban PT NNT dan persetujuan. Satu-satunya kewajiban pemerintah hanya menjamin kelangsungan usaha PT NNT. “Jadi kalau kita menyalahi satu saja kewajiban itu, kita bisa kena penalti, mulai dari kontrak dibatalkan sampai pidana. Itu sebabnya kenapa kita tidak mau melanggar," ujarnya.
Martiono menyontohkan, kalau izin pinjam pakai kawasan hutan belum dikeluarkan, kemudian dilakukan penebangan pohon untuk tempat menimbun tanah, ini merupakan pelanggaran. "Bayangkan kalau izin pinjam pakai itu belum keluar, kita menebang pohon untuk tempat menimbun tanah, Martiono masuk penjara. Karena itu kita lebih baik rugi ketimbang orang kita masuk penjara," kata Martiono.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan pemerintah dalam perkara sengketa kewenangan antara pemerintah, DPR dan BPK. MK mengatakan, divestasi 7 persen saham Newmont yang dilakukan pemerintah harus memperoleh izin DPR terlebih dahulu.
Dalam hal ini, MK mengatakan, divestasi yang dilakukan pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) secara tegas harus termuat dalam APBN. Sebelumnya, pemerintah meminta divestasi saham Newmont tersebut tanpa persetujuan DPR. Sebab, divestasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP), sebuah Badan Layanan Umum (BLU) tergolong investasi sehingga tidak perlu izin DPR.
Sementara, DPR menganggap rencana tersebut harus mendapat persetujuan mereka terlebih dahulu karena keinginan pemerintah menguasai saham Newmont termasuk dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) sehingga perlu izin DPR.
Karena perbedaan pandangan inilah, pada Februari lalu, pemerintah pun ajukan uji materi kepada MK. MK pun telah gelar delapan kali sidang untuk mendengar argumen dari pemerintah, DPR dan BPK.
Dalam kunjungan ke Provinsi NTB, Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana sebagai Ketua Tim rombongan yang memimpin kunjungan kerja ke Provinsi NTB, sementara anggota Komisi VII DPR lain yang ikut dalam kunker tersebut diantaranya Zainuddin Amali (FPG-Wakil Ketua), Teuku Irwan (FPD), Sutan Sukarnotomo (FPD), Siti Romlah (FPD), I Wayan Gunastra (FPD), Dalimi Abdullah DT Indokayo (FPD), Efi Susilowati (FPD), Juhaini Alie (FPD), Gde Sumarjaya Linggih (FPG), Azwir Dainy Tara (FPG), Markum Singodimejo (FPG), Irvansyah (FPDIP), Fachri Hamzah (FPKS), Andi Rahmat (FPKS), Muhammad Syafrudin (FPAN), Jamaluddin Jafar (FPAN), Irna Narulita (FPPP), Tommy Adrian Firman (FPPP), Agus Sulistiyono (FPKB), Bambang Heri Purnama (FPKB), Mulyadi (Fraksi Gerindra) dan Ali Kastella (Fraksi Hanura). (nt)