DPR Selesaikan RUU Pelayanan Publik; UBAH NEGARA KEKUASAAN JADI NEGARA PELAYANAN PUBLIK

22-06-2009 / PANITIA KHUSUS
Ketua Panja RUU Pelayanan Publik Sayuti Asyathri mengatakan, RUU Pelayanan Publik merupakan karya legislatif yang diharapkan dapat mengubah pola pikir negara kekuasaan menjadi negara pelayanan publik. Dengan demikian setiap warga negara tanpa kecuali dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kehadiran negara. “Banyak kalangan menilai RUU ini merupakan terobosan besar karena minimnya literatur yang secara khusus mengatur pelayanan publik dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya pada Jumpa Pers di Jakarta, Senin (22/6). Dijelaskan dalam RUU ini, diatur rangkaian kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan publik atas barang, jasa dan pelayanan administratif diatur secara seksama, terukur, jelas dan rinci. Adapun ruang lingkup kebutuhan publik atas barang, jasa dan pelayanan administratif meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha serta tempat tinggal. Selain itu, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, beserta sektor strategis lainnya. Sayuti menjelaskan, demi kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik RUU ini mengatur struktur dan organisasi penyelenggara pelayanan publik ditingkat kabupaten/kota, provinsi sampai pusat. Dimulai dari Pembina, penanggung jawab, pimpinan organisasi, penyelenggara dan pelaksana. Disamping itu, aturan hubungan antar penyelenggara dan kerjasama penyelenggara dengan pihak lain. RUU ini juga mewajibkan penyelenggara pelayanan publik bagi institusi negara korporasi, lembaga independent yang dibentuk berdasarkan UU untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk secara khusus untuk menetapkan standar pelayanan. Dalam penetapan standar pelayanan, penyelenggara harus memperhitungkan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan dengan cara mengikutsertakan masyarakat. Sanksi RUU ini mengatur sanksi yang bisa dikenakan kepada penyelenggara atau pelaksana berupa teguran tertulis dengan ancaman apabila dalam waktu 3 bulan tidak melaksanakannya dikenai hukuman pembebasan jabatan. Sanksi lainnya, berupa penurunan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala selama 1 tahun. Juga ada sanksi penurunan pangkat 1 tingkat selama 1 tahun dan pembebasan dari jabatan, begitupula sanksi pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat bisa diterapkan serta sanksi pembekuan misi dan atau ijin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Selain itu, sanksi apabila dalam jangka waktu 6 bulan tidak melakukan perbaikan kinerja dikenakan pencabutan ijin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, khusus untuk korporasi dan atau badan hukum. Sayuti menambahkan, RUU ini mewajibkan penyelenggara menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Maklumat ini wajib dipublikasikan secara jelas dan luas melalui system informasi pelayanan yang bersifat nasional terpadu dan interaktif. Masyarakat Bisa Bentuk Lembaga Pengawas Pada kesempatan itu, Sayuti juga menjelaskan bahwa masyarakat boleh membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik di tingkat daerah maupun pusat. "Jadi masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik yang dapat dibentuk di tingkat daerah maupun nasional," kata Sayuti. Menurut dia, dalam pembahasan RUU Pelayanan Publik ini Komisi II DPR sudah menekankan agar jangan sampai membentuk komisi baru, karena dikhawatirkan terjadi tumpang tindih. "Kita mengusahakan saja organisasi pemerintah yang ada, sekjennya sebagai pengawas dan ketuanya sebagai dewan pembina," tambahnya. Lebih jauh Sayuti menjelaskan, untuk penyelesaian pengaduan RUU ini mewajibkan Ombudsman untuk membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hierarkis, melakukan mediasi dan konsiliasi. Ombudsman diperkuat dengan adjudikasi, sehingga dapat memutus pengaduan dan bukan semata-mata memberikan rekomendasi seperti yang ada sekarang ini. "Kita tak mau Ombudsman menjadi organisasi `tanda panah`, jadi dalam waktu 60 hari harus bisa diselesaikan Ombudsman," katanya. (si/mp)
BERITA TERKAIT
Pansus: Rekomendasi DPR Jadi Rujukan Penyelidikan Penyelenggaraan Haji
30-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi setelah melakukan...
Revisi UU Tentang Haji Diharapkan Mampu Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji
26-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 DPR RI mendorong adanya revisi Undang-undang Haji seiring ditemukannya sejumlah...
RUU Paten Jadikan Indonesia Produsen Inovasi
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Paten Subardi menyatakan aturan Paten yang baru akan mempercepat sekaligus memudahkan layanan pendaftaran...
Pemerintah Harus Lindungi Produksi Obat Generik Dalam Negeri
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten Diah Nurwitasari meminta Pemerintah lewat sejumlah kementerian agar mampu...