Komisi IX Minta APINDO Tidak Keluar Dari LKS Tripartit Nasional
Komisi IX DPR RI meminta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai perwakilan dunia usaha dalam Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional, tidak keluar dalam lembaga tersebut. Apindo berencana keluar karena merasa tidak diberikan peran oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dalam lembaga LKS Tripartit.
Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning menyayangkan hal ini. Menurutnya, Kita semua bangsa Indonesia, kita tidak lahir di Singapore atau di luar negeri. Apapun yang terjadi kita ada di Indonesia, suka tidak suka kita bagian dari bangsa Indonesia.
“Pengusaha dan buruh, apabila egosentrisnya masing-masing diperkuat maka tidak akan ketemu, buruh selalu berbicara masalah kesejahteraan, selalu ingin kenaikan upah minimun tapi sama pengusaha sudah dianggap maximum,” papar Ning demikian sapaan akrabnya, dalam rapat dengar pendapat Komisi IX dengan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemenakertrans dan Apindo, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (9/1)
“Namun meskipun Apindo mewakili pengusaha, tapi saya yakin di daerah sana masih ada sanak keluarga yang merupakan buruh. Sehingga, saya mengajak selagi masih punya kesempatan dan wibawa ada baiknya kita berbuat untuk kepentingan rakyat banyak.” tegas Ning.
Ning mendorong LKS Tripartit Nasional untuk lebih aktif dalam melakukan dialog dan komunikasi bersama guna mendapatkan keputusan terkait masalah ketenagakerjaan, antara lain kenaikan upah dan outsourching yang memenuhi keadilan bagi semua pihak, sekaligus melakukan evaluasi terkait keberadaan perwakilan dari setiap unsur.
Senada dengan Ning, Anggota Komisi IX Dinajani Mahdi (F-PD) juga menyayangkan rencana keluarnya Apindo dari LKS Tripartit. Menurutnya permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik, asalkan Kemenakertrans dan Apindo duduk bersama membicarakan permasalahan ini mencari jalan yang terbaik, baik untuk buruh maupun untuk pengusaha. “Sebab, ini bukan masalah yang ringan tapi crusial. Carilah win-win solution, kalau perlu kita undang juga KADIN karena kami rasa KADIN ada juga kepentingannya disini.” kata Dina.
Teman satu Fraksi Dina, Heriyanto, mempertanyakan alasan dibalik rencana pengunduran diri Apindo dari LKS Tripartit Nasional. Ia menyatakan bahwa LKS Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah ketenagakerjaan dan anggotanya adalah dari unsur pemerintah, pengusaha dan serikat buruh.
Heriyanto menegaskan LKS Tripartit dibutuhkan untuk menyamakan persepsi, membangun kepercayaan dalam kedudukan seimbang, proporsional demi memperjuangkan kepentingan bersama. “Apakah Apindo sudah menganggap tidak perlu lagi berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pemerintah dan buruh? Apakah pengunduran diri ini akan menuntaskan masalah?” tandanya.
Ia menambahkan, masalah kenaikan upah minimum yang melambung tinggi di beberapa provinsi sangat memungkinkan munculnya kisruh diantara buruh dan pengusaha. Hal ini akan memperbesar kemungkinan perusahaan yang bangkrut dan dapat membahayakan perekonomian negara.
Heriyanto meminta pihak Apindo untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaaan terhadap elemen-elemen di bawahnya, apakah semuanya sudah mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rapat tersebut, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertans yang diwakili Sekretaris Dirjen, Iskandar Maula menyampaikan bahwa pemerintah dalam hal ini sudah memiliki usaha-usaha mengatasi kemelut ini. Menurutnya, ketidakhadiran pihak Apindo sebanyak empat kali dalam sidang Badan Pelaksana (BP) justru membuat pemerintah bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi.
“Oleh karena itu kita meminta penjelasan dari pihak Apindo lewat surat undangan yang kita kirim ke Sekretaris Umum APINDO. Namun ketika menyangkut masalah akur apa tidak, selama ini kami akur-akur saja, baik itu di LKS Tripartit Nasional ataupun di Dewan Pengupahan.” ungkapnya.
Sementara Ketua Dewan Pengupahan Nasioan (DPN) Apindo Bidang Advokasi, Hasanuddin Rahman, menyampaikan dengan tegas bahwa secara administratif DPN Apindo tidak pernah mengeluarkan surat keputusan untuk keluar dari LKS Tripartit.
Kemudian kalau pemerintah menyatakan bahwa semuanya sudah berjalan sesuai aturan dan sudah ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kemelut ini, namun mengapa KepMen Nomor 13 Tahun 2012 keluar tanpa mengindahkan aspirasi dari pihak APINDO dan sudah dua kali jalan sendiri.
Menurut Hasanuddin Rahman, setelah dilakukan survei oleh Badan Pengupah Nasional ditemukan ada empat komponen yang harus ditambahkan. DPN Apindo kemudian menerima ini, sehingga komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dari 46 ditambah empat menjadi 50. Tapi ternyata ada pihak Serikat Pekerja dan Serikat Buruh yang tidak menerima, kemudian diambil alih Kemenakertrans. “Kemenakertrans tanpa konsultasi dengan pihak Apindo langsung menambahkan 10 lagi. Itulah alasan mengapa DPN Apindo menyatakan mundur,” terangnya.
“Mayoritas bapak-ibu dewan yang terhormat ini menginginkan kalau Apindo tidak keluar dari LKS Tripartit Nasional dan menurut catatan DPN Apindo bahwa LKS Tripnas ini merupakan amanat UU Nomor 13 pasal 107 tentang Pembentukan Lembaga Kerjasama Tingkat Nasional, jadi tidak mungkin Apindo senaif itu untuk langsung keluar” Jelasnya.
Sementara, Anggota DPN Apindo Endang Susilowati menyampaikan bahwa dalam Tripartit Nasional, pemerintah dalam hal ini Kemenakertrans tidak memerankan posisi yang sentral atau menjadi mediator antara kepentingan aspirasi dunia usaha dan serikat buruh. DPN Apindo memandang pemerintah berada pada posisi yang berat sebelah, hal ini bisa dilihat dalam pengambilan kebijakan secara sepihak penentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang semula 46 jenis menjadi 60 jenis KHL.
“Kami melihat peranan kami itu disepelekan, sejauh ini yang kami amati apa-apa yang disampaikan oleh dunia usaha itu tidak dipandang. Namun apabila tuntutan disampaikan oleh serikat buruh pemerintah akan mengabulkan begitu saja sekalipun harus melanggar undang-undang,” jelas Endang. (sc/de/ul)foto:wy/parle